Gridhot.ID- Keputusan referendum Timor Leste sempat membawa rakyatnya terseok-seok.
Dua dekade usai lepas dari Indonesia,Timor Leste masih susah payah membangun di sana-sini untuk menjadi negara mandiri.
Melewati berbagai masa krisis, kemajuan ditunjukkan Timor Leste dalam mencapai perdamaian dan stabilitasnya.
Juga membangun lembaga demokrasi, memperluas layanan publik hingga menjangkau daerah pedesaan dan terpencil, serta meningkatkan infrastruktur dasar seperti listrik, jalan, dan fasilitas lainnya.
Namun, Timor Leste masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah membangun fondasi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Rupanya, sisa-sisa 'bumi hangus' milisi pro-integrasi atau pro-Jakarta usai referendum kemerdekaan menjadi salah satu yang membuat Timor Leste sibuk, menghambat fokusnya dalam hal lain. Bagaimana bisa?
Melansir lowyinstitute.org (17/9/2019), Selama 15 tahun terakhir, ketergantungan pada minyak telah menjadi ciri utama perekonomian Timor.
Meski dalam tren menurun, minyak bumi masih menyumbang lebih dari 40% dari keseluruhan PDB pada tahun 2017, dan lebih dari 90 persen dari total ekspor.
Di luar minyak bumi, sektor publik mendominasi, dengan konsumsi pemerintah dan investasi modal mencapai lebih dari seperempat PDB non-minyak.
Sebaliknya, pangsa sektor produktif seperti pertanian dalam PDB keseluruhan menurun dari 24% pada tahun 2000 menjadi 9,2% pada tahun 2016.