Sebagai sekutu AS, Belanda sebenarnya kecewa atas keputusan AS itu dan menganggap operasi CIA telah menggagalkan upaya militer Belanda yang ingin tetap mempertahankan Irian Barat melalui operasi militer.
Sebenarnya tidak hanya pihak Belanda yang kecewa. Pemerintah Soviet sendiri yang ingin melihat langsung keampuhan persenjataannya ketika digunakan oleh pasukan RI melawan pasukan Belanda juga turut kecewa.
Militer Soviet sebenarnya sangat yakin persenjataanya yang digunakan militer RI akan mampu menghancurkan persenjataan produk Barat.
Tapi keinginan Soviet ternyata gagal bukan karena pasukan RI tidak berani menyerang, bahkan sudah menggelar Operasi Jaya Wijaya untuk menggempur Belanda, namun gagal karena unsur ketakutakan yang telah diciptakan oleh CIA sendiri terhadap Pemerintah dan militer AS.
Meskipun operasi untuk memperlemah pemerintahan Presiden Soekarno dan upaya untuk melaksanakan operasi pembunuhan terhadap Presiden selalu gagal, operasi CIA terus berlanjut.
Ketika pada tahun 1965 di Indonesia meletus pemberontakan yang dilakukan oleh PKI, CIA juga berusaha keras menjauhkan Presiden Soekarno dari pengaruh PKI tapi ternyata gagal.
Upaya menjauhkan Presiden Soekarno dari pengaruh PKI disponsori oleh Presiden AS saat itu, Lyndon Johson.
Melalui utusan Presiden Johnson, Ellsworth Bunker, pemerintah AS membujuk Presiden Soekarno agar menjauhi PK dan yang dibelakangnya telah di back up oleh komunis Uni Soviet serta China.
Tapi upaya pembujukan oleh Bunker yang juga agen CIA gagal.
Namun agen-agen CIA terus berusaha keras memerangi pengaruh komunisme di Indonesia dengan cara mendukung pihak-pihak tertentu yang gigih melawan komunisme seperti TNI-AD.
Salah satu dukungan yang diberikan adalah peralatan intelijen mutakhir yang bisa menyaingi peralatan intelijen milik PKI.