Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono menyebut, terjadinya hal tersebut adalah suatu fenomena yang menarik. Menurutnya, saat ini merupakan era di mana masyarakat komunikatif mulai berkembang.Terlebih, mulai dikenalnya internet oleh masyarakat luas, membuat otonomi atau hak semakin ada di tangan masing-masing orang.
"Nah di masyarakat seperti ini, itu prinsip tentang artikulasi, prinsip tentang identity itu menguat," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/12/2020).
"Prinsip-prinsip itu mendorong untuk hidup itu lebih menghargai semua orang. Bahwa semua orang itu punya makna," sambungnya.
Merefleksikan kebosanan
Sementara itu, berkaitan dengan adanya foto-foto yang ditempel di surat suara tadi, Drajat menilai hal itu sebagai refleksi atas kebosanan.
Walau begitu, katanya, tetap saja hal tersebut menjadikan surat suara menjadi nggak sah.
"Tetapi yang paling penting adalah bahwa foto-foto itu merefleksikan atau mengartikulasikan sebuah sikap atas kebosanan terhadap demokrasi prosedural ini," ucap dia.
Baca Juga: Pergoki Istri Makan Semangkok Berdua Bareng Sopir Angkot, Sang Suami Terbakar Cemburu hingga Ajak Baku Hantam, Berikut Kronologinya Usai Aksinya ViralMenurut Drajat, demokrasi yang pada dasarnya ada menyeragamkan semacam ini, bertentangan dengan otonomi-otonomi individu tadi.
"Nah ini ada kebosanan terhadap penyeragaman demokrasi semacam ini. Kemudian mereka membuat keunikan-keunikan agar tidak menjadi birokratis tetapi menjadi lebih longgar dan menarik," tambah Drajat. (*)Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Menilik Fenomena Pemilih di Pilkada yang Pasang Pasfoto dan Artis Korea..."