Fenomena lainnya yaitu angin Monsun Asia yang mengakibatkan peningkatan pembentukan awan-awan hujan di wilayah Indonesia.
Serta adanya fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), yaitu gelombang atmosfer yang membawa kumpulan awan hujan yang bergerak dari Samudra Hindia di zona tropis dari sebelah timur Afrika atau sebelah barat Indonesia memasuki wilayah Indonesia menuju wilayah Pasifik.
Selain itu juga adanya fenomena gelombang atmosfer yang terjadi di ekuator yaitu gelombang Rossby Ekuator dan Kelvin yang meningkatkan potesi hujan.
Juga menghangatkan muka air laut di perairan Indonesia sehingga menambah penguapan.
Saat ini juga terpantau adanya bibit siklon dan fenomena siklonik di beberapa titik yang dapat berdampak secara tidak langsung dapat meningkatkan curah hujan dan kecepatan angin.
"Berbagai fenomena itu terjadi bersamaan sesuai yang kami prediksi saat itu kami buat empat skenario prediksi, terburuk adalah berbagai fenomena itu terjadi bersamaan," ujar Dwikorita.
Dari skenario tersebut diprediksikan pada Januari-Maret 2021 akan berdampak peningkatan curah hujan bulanan mencapai 300-500 mm setara dengan peningkatan curah hujan 40-80 persen dari normalnya.
Melihat kondisi tersebut, Dwikorita mengingatkan untuk mewaspadai dampak yang kemungkinan ditimbulkan yaitu potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor yang dapat membahayakan bagi publik, serta hujan lebat disertai kilat/petir dan gelombang tinggi yang membahayakan pelayaran dan penerbangan.
Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia atau 94 persen dari 342 Zona Musim sudah memasuki puncak musim hujan yang diprakirakan akan berlangsung hingga Februari mendatang.