Karena takut dan masih kurang dia meminjam kembali di pinjol yang ada di sub aplikasi itu untuk melunasi utang sebelumnya.
"3 aplikasi pinjol lunas tapi masih 6 sub aplikasi yang belum lunas karena untuk melunasi saya harus merangkul aplikasi pinjol lain hingga banyak aplikasi. Sementara untuk melunasi satu utang harus merangkul dua aplikasi pinjol lain," tuturnya.
Hal itu terus berjalan, hingga akhirnya tidak bisa merinci berapa banyak aplikasi yang telah diaksesnya.
Hingga pada akhirnya utangnya menumpuk hingga Rp 206 juta.
"Yang sudah saya lunasi Rp 158 juta dan sisanya tinggal Rp 47 juta.Saya tidak bayarkan sisanya dan memilih jalur hukum karena bunga dari mereka bisa untuk menutup pinjaman saya," tuturnya.
Ia menuturkan untuk melunasi utang Rp 158 juta juga melalui transaksi itu. Dia juga mengeluarkan uang pribadi sebanyak Rp 20 juta.
"Saat pencairan tidak dibubuhkan surat perjanjian, dan tanda tangan elektronik. Juga tidak ada penyelesaian dengan baik. Tidak ada peringatan langsung teror," tutur dia.
Sementara itu sang suami, WY bingung membayar tagihan pinjol tersebut. Dirinya harus mengambil jalan pintas meminjam di BPR.
"Jaminan saya menggandaikan sertifikat rumah orang tuanya. Tapi hingga saat ini belum lunas masih ada 10 aplikasi lagi yang belum lunas," tutur dia.
Penasehat hukum kreditur, Muhammad Sofyan menuturkan dalam sehari kliennya tersebut diteror dan diintimidasi hingga ratusan kali.