Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara.
Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya.
Kala ombak besar menerpanya, air yang menyusuri celah-celah karang menyajikan pemandangan dramatis.
Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu.
Menurut cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul.
Tak jauh dari pantai, tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar.
Di tempat ini pula, berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam.
Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber penghidupan.