Namun begitu, masyarakat masih diperbolehkan menggunakan mata uang lain yang juga masih beredar cukup banyak seperti rupiah, bath (Thailand), escudo (Portugis), dan dollar Australia.
Saat itu, UNTAET (PBB) dan pemerintahan transisi Timor Leste beralasan, dollar AS dipilih karena mata uang tersebut stabil dan kuat serta diterima di seluruh dunia.
Keputusan itu kemudian disahkan oleh National Concultative Council (NCC) yang wewenang dan tugasnya mirip dengan MPR RI di Indonesia.
Pada awal penerapan, penggunaan dollar AS menimbulkan gelojak di tengah masyarakat.
Hal ini karena nilai dollar AS sangat tinggi untuk ukuran standar harga barang dan jasa di negara bekas koloni Portugis tersebut.
Menerapkan dollar AS sebagai mata uang resmi negara, membuat harga-harga barang dengan cepat melambung tinggi.
Namun pemerintah Timor Leste tidak bergeming, dan beranggapan bahwa penggunaan dollar AS tidak berpengaruh pada harga, namun masyarakatkah yang harus menyesuaikan melalui pengaturan jumlah barang atau jasa.
Source | : | Kompas.com,Intisari-online |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar