"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelpon, dia nyuruh kembali ke pondok," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).
Pelaku diketahui tinggal seorang diri di dalam pesantren tersebut, sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.
AN menjelaskan, pihak keluarga pun pernah bertanya-tanya dengan aturan ketat yang diberlakukan pesantren milik pelaku.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.
Menurutnya, keluarga memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.
Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.
"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.
2. Bayi hasil tindakan bejat pelaku diasuh orang tua korban
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari mengatakan 8 dari 11 santriwati yang menjadi korban rudakpaksa tersebut seluruhnya telah melahirkan.
"Selama enam bulan ini semuanya sudah lahir, tadi saya lihat di tv masih disebutkan dua korban masih hamil, tidak, sekarang semua sudah dilahirkan," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.
Ia menuturkan, saat ini seluruh bayi tersebut sudah dibawa oleh orangtua korban.
Sementara korban saat ini masih menjalani trauma healing di rumah aman P2TP2A.
"Bayinya semuanya sudah ada di ibu korban masing-masing," ucapnya.
Trauma healing yang dilakukan P2TP2A tidak hanya dilakukan kepada korban rudakpaksa, namun juga diberikan kepada orangtua korban.
Diah menjelaskan, sejak awal pihaknya sudah mempersiapkan korban untuk siap jika suatu saat masalah mereka terkuak ke publik.
Source | : | Kompas.com,TribunJabar |
Penulis | : | Septia Gendis |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar