Saat gelaran olahraga di penghujung rezim Orde Baru itu, Bambang Trihatmodjo merupakan Ketua Konsorsium Swasta Mitra Penyelengggara (KMP) yang ditunjuk pemerintah menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997. Kementerian Sekretariat Negara, menyebutkan saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah.
Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta atau KMP sebesar Rp 35 miliar yang akhirnya menjadi utang yang terus ditagih pemerintah hingga saat ini.
Bambang Trihatmodjo melalui kuasa hukumnya, Shri Hardjuno Wiwoho, mempertanyakan motif politik dibalik mencuatnya kasus dana talangan ini.
Sebab pesta olahraga ini digelar pada 1997 lalu. Bahkan, laporan pertanggungjawaban kegiatan ini sudah disampaikan sejak lama.
"Namun anehnya, kenapa baru tahun 2017 dipersoalkan? Ini kan pesta olahraga tahun 1997," tanya Hardjuno dikutip dari Tribunnews, Kamis (24/2/2022).
Hardjuno berharap penagihan kepada KMP SEA Games XIX tahun 1997 diselesaikan secara bijaksana dan elegant mengingat pesta olahraga tersebut merupakan kepentingan Negara RI.
"Dicermati dari sisi filosofis, sosiologis dan politisnya bukan hanya secara yuridis murni. Untuk itu, proses pencarian hukum harus di lihat juga secara progresif dengan berani membuat terobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia dan tidak hanya dibelenggu oleh pikiran positivistis dan legal analytical," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Bambang Trihatmodjo terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kasus dana talangan SEA Games XIX tahun 1997. Pihak Bambang sendiri menyatakan menghormati putusan MA tersebut.
Diklaim salah alamat
Sebelumnya, Hardjuno Wiwoho mengungkapkan, tagihan utang dari pemerintah pusat kepada kliennya dinilai tidak tepat alias salah sasaran.