Armin Tan juga mengatakan bahwa Hero Tito tak dianggap sebagai petinjunya, kedekatan yang sudah lama terjalin membuat Armin Tan menganggapnya sebagai adik.
Untuk itu, dirinya rela mengeluarkan banyak biaya guna kesembuhan Hero Tito.
"Saya tidak pernah anggap dia itu petinju, saya anggap adik saya. Tidur di Hotel bareng, sama-sama. Makan di rumah saya sehari tiga kali, dengan anak dekat juga.
Jadi harta pun kalau saya tidak punya uang saya akan jual demi keluarga saya sendiri. Saya tidak kuat melihat dia, saya sampai nangis," ujar Armin.
Doa sang Ibu
Sebelum dinyatakan Hero Tito meninggal dunia, keluarga sang petinju masih berharap adanya mujizat.
Ibunda Hero Tito, Koesmiyati tak henti-hentinya memanjatkan doa bagi anaknya .
"Saya terus mendoakan anak saya setiap hari agar lekas sembuh. Tidak kurang-kurang sebagai ibu, saya mendoakan Hero," ujar Koesmiyati ketika ditemui di rumahnya.
Koesmiyati menyakini jika Hero segera bangkit dari kejadian koma yang dialaminya.
Saat berada di rumah, Koesmiyati mengaku terus mendapat dukungan moral dari sanak keluarganya.
Ia pun berusaha tabah dengan cobaan yang menimpa anaknya tersebut.
Ibu dengan 4 orang anak ini ingin anaknya tersebut segera bisa berkumpul bersama dirinya di kediamannya, Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
Desa Banjarejo merupakan kampung halaman Hero Tito.
Koesmiyati membeberkan Hero pernah mengungkapkan rencana gantung sarung tinju alias pensiun.
"Hero bercita-cita kalau rumah sudah jadi mau menjadi pelatih saja. Mak aku leren aku gak tinju (bu aku mau berhenti gak tinju lagi) mau melatih saja. Sepert itu kata Hero," paparnya.
Pantauan di lokasi, Hero memang sedang membangun rumah yang tak jauh dari kediaman Koesmiyati.
"Lagi bangun rumah di sini Hero nyambung dari rumah saya. Terus saya bilang kalau lebih baik fokus bertanding dulu daripada urusan yang di rumah. Itu 5 hari sebelum bertanding perbincangan itu," tutur Koesmiyati.
(*)
Source | : | Tribunnews.com,Tribun Seleb,Surya Malang |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar