Dengan demikian, sebanyak 86 unit pesawat Rafale telah dipesan selama semester I 2022. Backlog Rafale sebanyak 165 unit.
Kontrak untuk 42 Rafale (6+36) juga ditandatangani dengan Indonesia.
Kontrak tidak akan diperhitungkan dalam backlog per 30 Juni 2022, karena tidak akan berlaku sampai uang muka pertama diterima.
Pabrikan Prancis telah menghadapi tantangan dengan rantai pasokannya yang menunda peningkatan produksi.
Menurut perusahaan, pandemi COVID-19 dan perang di Ukraina telah memengaruhi bisnis, pemasok, dan pelanggannya.
"Dampak dari dua krisis besar ini menghasilkan ketidakpastian pada pasokan energi, komponen elektronik, dan bahan, yang mengarah pada peningkatan inflasi karena kekurangan nyata atau potensial ini dan melemahnya rantai pasokan, yang telah menjadi risiko besar, diperkuat oleh kenaikan output produksi kami," kata Dassault dalam siaran pers.
Pada tahun-tahun awalnya, jet Rafale dianggap sebagai pesawat terkutuk.
Alasannya, meskipun menjadi kebanggaan militer Prancis, jet tempur Rafale sempat tidak laku di pasar global karena dianggap terlalu mahal.
Pesaing Rafale, termasuk jet Amerika Serikat, Gripen Swedia, dan Eurofighter, dinilai jauh lebih ekonomis.
Prancis baru menemukan pembeli untuk jet tempur Rafale pada tahun 2015.
Francois Hollande, presiden saat itu, mengumumkan pembelian 24 pesawat oleh Mesir seharga 5,2 miliar euro ($5,9 miliar). Angkatan Udara Mesir sekarang memiliki 54 unit Rafale dalam armadanya setelah Kairo membeli 30 unit lagi dari Prancis pada Mei 2021.