Di sisi lain, dr Aris Budi Pratikto, Sub Koordinator Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan, menyangkal upaya pemaksaan.
"Kami bergerak setelah menerima limpahan pengaduan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT PPA) Kabupaten Pasuruan," paparnya.
Ia mengaku tidak tahu, Clara mengadu ke PPT PPA menyertakan bukti otentik bahwa ia adalah ibu kandung anak tersebut.
"Kami hanya ingin melakukan mediasi dan menempatkan hak asuh dan perlindungan anak secara prosedural," tambah dia.
Menurut dr Aris, pihaknya tidak pernah melakukan upaya paksa dan intimidasi dalam proses tersebut. Mediasi para pihak juga sudah dilakukan.
“Mediasi sudah kami lakukan dua kali. Kami ingin agar prosedur hak asuh anak yang menjadi anak negara dilakukan secara benar," kata Aris.
Untuk prosesnya, kata dia, anak itu harus diserahkan ke negara. Setelah itu, Clara akan dan kerabat ningsih tinampi akan ikut assesment.
"Assesment itu untuk mengetahui siapa yang berhak atas anak ini, Sehingga hak dasar dan perlindungan anak terjamin," sambungnya.
Direktur LBH Pijar, Lujeng Sudarto, yang menjadi pendamping ibu angkat anak, menyatakan kekecewaannya atas tindakan ini.
Ia tidak membenarkan, proses pengambilan hak asuh dengan cara pemaksaan seperti yang dilakukan selama ini.
Menurutnya, para pihak tidak bisa hanya memperhatikan prosedural adopsi anak, tetapi juga harus secara substansial persoalan tersebut.
Source | : | Tribun Jateng,Tribun Jatim |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar