"Saya kan setiap tahun selain kurban, saya kasih sembako. Kemarin warga Lebak Bulus bilang gini 'saya enggak sampai sembakonya,'" kata Dewi.
"Kok bisa pak ustaz? Ada beberapa yang enggak nyampai katanya sembakonya. Makanya aku tidak percayakan lagi ke pak RT, aku percayakan ke pak ustaz," imbuhnya.
Kemudian saat berniat mengambil sapinya untuk disembelih di tempat lain, Asisten Rumah Tangga (ART) dan security Dewi justru mendapat respons tak menyenangkan.
"ART aku sama Security aku dimarahin, pak RT-nya bilang 'kita tidak butuh daging.' Kok ngamuk," ujar Dewi.
"'Kalau enggak diambil sampai jam 07.00 kita lepas sapinya,' katanya," lanjut Dewi.
Bukan itu saja, saat meminta tolong untuk memindahkan sapi, pak RT dan justru meminta uang Rp 100 juta. Begitu juga seandainya Dewi meminta untuk menyembelih.
"Pak tolong dong untuk sama-sama, minta tolong sapinya naikin ke atas, jawabnya 'minta Rp 100 juta,'" ujar Dewi.
"Kalau mau bantuin sembelih, pak ustaz bilang bayar Rp 700.000 sampai Rp 1 juta," lanjutnya.
Dewi tak mempersoalkan seandainya harus membayar untuk menyembelih, tapi dia tidak tahu bagaimana nantinya pendistribusian hewan kurban itu.
Itu sebabnya Dewi memilih menyembelih hewan di tempat lain, dan baru kemudian membagikan dagingnya pada warga sekitar rumah.
"Saya mau kasih biar sampai langsung ke warga-warganya. Saya enggak mau paha, enggak mau kepala, saya kalau berkurban sapi ya untuk orang-orang tidak mampu," tutur Dewi.
Pada tahun sebelumnya, Dewi mempercayakan hewan kurbannya untuk kantor polisi di Lebak Bulus.(*)
Source | : | Kompas.com,Sripoku.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar