Menurutnya, ada kehidupan yang berbeda ketika dia di Jakarta maupun di Yogyakarta.
“Kalau di sini, enak sih, tapi aku gak kaget soalnya tiap tahun ke Yogyakarta. Jadi, kayak udah gak asing,” papar Gege.
Dalam waktu yang singkat, semua orang jadi kenal Gege. Bahkan, ketika dia sedang berjalan ke kantin kampus, banyak yang berbisik tentang dirinya.
“Ih, banyak banget, di Bonbin (kantin kampus). Pokoknya di jalan sekitar UGM, itu pasti ada aja yang ngenalin,” tuturnya.
“Kadang diteriakin, minimal dibisik-bisik gitu kayak ada orang sama temennya, terus berbisik ‘eh itu si bercyanda bercyanda’,” tiru Gege.
Dia pun mengaku malu, meski tidak jengkel juga dengan keviralan itu.
Apalagi, orang yang berbisik, tidak sepenuhnya berbisik, justru malah seperti berbicara biasa, karena Gege masih mendengar apa yang mereka bicarakan.
“Ya itu bisikannya kencang. Aku jadi dengar,” sambungnya sambil bersungut-sungut.
Lantas, apakah dia jadi jarang pergi ke luar rumah karena malu dikenal sebagai mbak bercyandya?
“Ya tetap mau keluar-keluar dong, masa gak mau keluar keluar? Kenapa aku harus mendekam di kamar? Aku mau lah keluar-keluar, masa berdiam di kamar,” ucap dia sambil menggerakkan tangannya dengan heboh.
Ditanya bagaimana perasaannya mendengar suaranya sendiri, Gege justru mengaku enek.