"Klien kami ini berobat ke Rumah Sakit karena ada masalah diare kemudian dirawat inap. Di hari kedua tangan klien kami mulai mengalami kehitaman, sejak itu belum ada kejelasan penyebab ada kematian jaringan itu, " ujar Bayu saat dijumpai di Polda Sumsel.
Lantaran belum menerima kejelasan, kliennya pulang pada tanggal 6 Desember.
Namun hingga kunjungan yang kedua, masih tidak ada kejelasan terkait penyebab kematian jaringan itu dari dokter maupun pihak rumah sakit.
"Karena diare klien kami sudah sembuh dan ada pekerjaan dia mau pulang tanggal 6 Desember, sempat bertanya kepada dokter yang merawat apakah boleh pulang dan diperbolehkan pulang," katanya.
Petrus pun kemudian mengunjungi rumah sakit untuk bertemu salah satu dokter bedah.
Di situ, dokter menjelaskan bahwa kondisi tangan Petrus merupakan kematian jaringan dan memberi saran agar melakukan operasi.
"Klien kami bersedia dioperasi dan sempat pulang dulu untuk meminta pendapat keluarga. Dia kembali lagi pada tanggal 12 Desember 2023 untuk bersedia dilakukan pengangkatan jaringan yang mati itu," katanya.
Sayangnya, pihak rumah sakit tidak menanggung biaya operasi dan membebankannya pada BPJS milik kliennya.
"Pihak rumah sakit hanya memaparkan biaya operasi tapi biaya itu ditanggung BPJS klien. Hingga saat ini pihak rumah sakit hanya melakukan penggantian perban terhadap tangan klien dan tidak menjelaskan penyebab kematian jaringan," lanjutnya.
Selain membuat laporan ke Polda Sumsel, ia juga telah mengadu ke MKEK IDI Palembang dan MKEK IDI Jakarta.
"Kami juga mengadu ke MKEK IDI Palembang dan MKEK IDI Jakarta, " katanya.