Gridhot.ID - Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens hingga kini masih belum dibebaskan oleh jenderal tinggi KKB Papua Egianus Kogoya.
Sudah sekitar setahun Egianus Kogoya masih terus menyandera Kapten Philip dan menahannya di pedalaman hutan Papua.
Dikutip Gridhot dari Kompas TV sebelumnya, KKB Papua sempat mengeluarkan permintaan untuk membawa istri sang Pilot Susi Air ke markas Egianus Kogoya.
Hal tersebut diminta agar Kapten Philip bisa bertemu lagi dengan istrinya.
Namun Satgas Damai Cartenz sudah mencium gelagat mencurigakan sehingga permintaan tersebut tidak ditanggapi.
"Itu propaganda yang dilakukan KKB dengan harapan bila istri Pilot berkebangsaan Selandia Baru itu datang ke Nduga maka akan disandera," jelas Kasatgas Humas Damai Cartenz Polda Papua, AKBP Bayu Suseno.
Sebelum adanya permintaan tersebut, Egianus Kogoya memang sudah sempat mengunggah video yang menunjukkan segerombolan anggota KKB Papua bersama dirinya mengacungkan senjata ke kepala Kapten Philip.
Egianus mengancam pemerintahan Indonesia untuk segera mewujudkan poin-poin negosiasi mereka atau tidak sang pilot akan ditembak mati.
Meski sempat mengeluarkan ancaman tersebut, beberapa waktu kemudian Kapten Philips ditemukan fotonya sedang duduk bersama Egianus Kogoya dalam kondisi sehat.
Meski belum ada kejelasan, namun nyatanya pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat mengaku akan segera membebaskan Kapten Philips secara mandiri.
Dikutip Gridhot dari Tribun palu, pernyataan pembebasan Philip Mark Mehrtens dikeluarkan oleh juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNBP-OPM) , Sebby Sambom.
Baca Juga: Senjata Anggota Polisi Direbut KKB Papua, Kapolda Akui Anak Buahnya Teledor: Ke Pasar Jangan Dibawa!
Nasib Philip Mark Mehrtens pilot Susi Air yang berkewarganegaraan Selandia Baru yang sudah hampir satu tahun disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNBP-OPM) akhirnya menemukan titik terang.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNBP- OPM) menyatakan siap membebaskan pilot Susi Air itu pada 7 Februari 2024, tepat setahun pilot berpaspor Selandia Baru itu disandera.
“Pilot asal Selandia Baru yang ditahan pasukan kami di bawah pimpinan Egianus Kogoya harus dibebaskan demi kemanusiaan berdasarkan hukum perang humaniter internasional. Tidak ada alasan untuk pilot harus ditahan sampai dunia kiamat,” kata juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, kepada VOA, Sabtu (3/2/2024).
Beberapa waktu lalu beredar pernyataan dari Egianus Kogoya bersama pasukannya yang mengatakan jika pilot Susi Air itu harus ditukar dengan kemerdekaan bangsa Papua.
Namun, menurut Sebby pernyataan yang disampaikan oleh Egianus merupakan emosional sesaat tanpa meminta pendapat dari pimpinan TPNPB-OPM.
“Pilot akan dijadikan jaminan Papua merdeka harga mati, hal ini sama sekali tidak mungkin terjadi. Mengapa? Karena tidak ada sejarah di dunia ini bahwa ada negara yang pernah merdeka karena ditukar dengan tawanan. Jadi hal ini perlu dipahami oleh semua pihak TPNPB termasuk yang di Nduga,” jelas Sebby.
Menurut Sebby, dalam waktu dekat mereka akan membebaskan pilot Susi Air itu dengan segera. Pembebasan itu dilakukan setelah TPNPB-OPM mempertimbangkan sejumlah hal.
“Jika kami membebaskan pilot itu dengan hormat, maka kami akan dihargai oleh masyarakat internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Martabat perjuangan bangsa Papua untuk merdeka akan terangkat. Namun jika pilot ini mati di tempat yang ditahan, maka kami akan disalahkan oleh masyarakat internasional,” ungkap Sebby.
Sebby menyarankan agar seluruh pasukan TPNPB-OPM di wilayah Nduga tak terpengaruh hasutan dari berbagai pihak soal penyanderaan pilot Susi Air tersebut.
“Ada oknum-oknum yang mengatakan bahwa pilot asal Selandia Baru itu akan dijadikan alat tawar untuk Papua merdeka. Jika pilot ini jadi korban (mati) maka hal itu akan menjadi legitimasi Indonesia untuk menstigmakan kami sebagai teroris dan kriminal,” ujarnya.
(*)
Source | : | Kompas TV,Tribun Palu |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar