"Kata dokter, posisinya (peluru) berpindah-pindah. Sehingga tidak bisa dikeluarkan," ujarnya mengingat detail percakapan dokter di pagi yang menegangkan itu.
Leni mengatakan dokter sempat meminta persetujuannya untuk melanjutkan operasi dengan konsekuensi anaknya mengalami pendarahan.
Namun, Leni tak langsung menyetujui hal tersebut.
Leni juga meminta saran dari dokter yang bersangkutan supaya anak gadisnya bisa selamat.
Saat itu, dokter rupanya memilih untuk tidak melanjutkan operasi. Dokter pun menutup luka tembak pada perut korban tanpa mengeluarkan peluru dari dalamnya.
Sejak itu, korban yang masih kelas 3 MTs itu terpaksa menjalani hari-harinya dengan sebutir peluru bersarang ddi perutnya.
Lima hari awal menjalani hidup dengan peluru di perut, korban sama sekali tak bisa bergerak sedikit pun.
Korban menjalani aktivitasnya seperti makan, minum, dan buang air dalam kondisi di ranjang rumah sakit.
Saat hari keenam, korban diizinkan untuk pulang ke rumah.
Korban yang berhari-hari hanya bisa tiduran akhirnya meberanikan diri untuk bangkit dari kasurnya. Korban mencoba menggerakan badan dan berjalan.
Sesampainya di rumah, korban belum bisa langsung beraktivitas normal. Rasa sakit masih menggerogoti perutnya.
Source | : | TribunPadang.com |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar