Find Us On Social Media :

Palang Merah Internasional Geram dengan OPM : Kelompok Penculik Itu, Sudah Kehilangan Kesempatannya Mendapat Bantuan

Tim Ekspedisi Lorentz 95 yang diculik OPM Kelly Kwalik.

Gridhot.ID - Penyanderaan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik kepada Tim Ekspedisi Lorentz '95 di Pegunungan Jayawijaya, sejak 8 Januari-15 Mei 1995 mendapat sorotan dunia kala itu.

Sorotan awalnya ditujukan kepada pemerintah Indonesia yang dinilai melanggar HAM terkait proses pembebasan sandera.

Namun lambat laun publik dunia sadar jika apa yang dilakukan OPM Kelly Kwalik saat itu memang buat siapa pun geram.

Dikutip dari Intisari dan Suar.id, Rabu (19/12) palang merah internasional International Committee of the Red Cross (ICRC) juga mengalu geram akan tingkah tak gentlemen OPM.

Baca Juga : Mantan Kapolda Papua Bicara KKB Egianus Kogoya : Ada Anak Gadis, Mereka Ini Tinggal Main Ambil

Hal ini lantaran ICRC menjadi negosiator 'cara halus' dengan Kelly Kwalik selaku pimpinan OPM ketika menculik tim ekspedisi Lorentz.

Melalui usaha-usaha ICRC, Kelly Kwalik akhirnya mau melepaskan sandera.

Namun tentu dengan persyaratan, adakan pesta adat.

ICRC menyanggupi, menggunakan dua helikopter carteran dari Missionary Aviation Fellowship (MAP) dan Airfast, mereka mengirim makanan seperti ubi, sayuran, babi 10 ekor dan lain sebagainya.

Baca Juga : Perjuangan Tentara Indonesia Merebut Irian Barat, Sampai Rebus Sepatu untuk Dimakan Karena Kekurangan Logistik

Belum cukup sampai situ, ICRC menjemput 18 kepala suku dan pemuka daerah desa sekitar Geselema untuk ikut dalam pesta adat.

8 Mei 1995, pesta adat dilangsungkan sejak pukul 7 pagi hingga 12 siang.

Ratusan orang hadir dalam pesta adat itu, babi disembelih dan dipanggang beserta makanan lainnya dalam upacara Bakar Batu.

Semua riang, semua senang, apalagi para sandera yang bakal bebas setelah 4 bulan ditawan OPM.

Baca Juga : Seorang Wanita Meninggal Dunia Setelah Giginya Dicabut Sampai Ompong Melompong

"Penduduk desa berfoto dengan sandera, sambil mengucapkan kata perpisahan. Malah ada yang meminta jangan lupa mengirim, foto ke Geselema," kenang Henry Fournier kepala delegasi regional ICRC di Jakarta.

Usai bersantap bersama Kelly Kwalik berpidato.

Pikir semua orang ia akan menyampaikan pidato perpisahan, permintaan maaf atau sejenisnya.

Namun Kelly malah ingkar janji, ia tak akan membebaskan sandera bila pemerintah Indonesia, Inggris dan Belanda tak mau mengakui kemerdekaan Papua.

"Ya, sandera itu semuanya kaget. Mereka tak percaya apa yang mereka dengar. Bagaimana tidak? Para sandera sudah susah payah mempersiapkan pesta pelepasan. Mereka sudah berharap, supaya segera bebas dan keluar dari sana," kata Fournier.

Namun ada sebagian anggota OPM yang tak sependapat dengan Kelly.

"Tidak! tidak begini. Kami sudah buat perjanjian. Kita sudah berpesta, sudah menyembelih babi. Bahkan sudah sama-sama menyantap makanan pesta itu. Kami akan bicara dengan Kelly Kwalik. Ini tidak baik," kata seorang anggota OPM.

Esok harinya 9 Mei 1995, ICRC kembali ke desa Geselema untuk berdiskusi mengenai pembebasan sandera.

Namun Kelly tetap pada permintaannya dan malah menambahi meminta senjata laras panjang.

Empat hari sejak pesta adat tak ada kemajuan dalam hal negosiasi.

"Kami sudah tiga bulan berusaha menjadi penengah misi kemanusiaan ini, tapi di hari terakhir kami dikhianati. Kami ditipu. ICRC menyatakan tak sanggup lagi berdialog dengan GPK," kata Fournier sembari menahan marah.

Negosiasi gagal! ICRC sudah lepas tangan mengenai pembebasan sandera dan menyerahkan semuanya kepada ABRI.

Sudah bisa ditebak langkah selanjutnya, jika ICRC mengirim makanan maka ABRI mengirim peluru panas ke OPM.

15 Mei 1995, seluruh sandera bisa dibebaskan dalam sekejap oleh ABRI.

Usai drama pembebasan sandera selesai, Fournier meluapkan kekesalannya kepada OPM yang ia anggap naif.

"Mereka kurang tahu apa yang mereka inginkan. Juga mereka tak tahu, bagaimana tata cara berhubungan dengan warga dunia luar."

"Kelompok penculik itu, sudah kehilangan kesempatannya mendapat bantuan atau pertolongan warga luar Irian Jaya," tutup Fournier.

 

(*)