Find Us On Social Media :

Cerita Warga Sumur Lihat Gelagat Aneh Seekor Buaya: Berdiri dengan Kaki Belakang dan Memandangi Lautan Satu Setengah Jam Sebelum Tsunami Banten Menerjang

Warga Sumur mengaku lihat gelagat aneh seekor buaya beberapa saat sebelum Tsunami menerjang

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

GridHot.ID - Kampung Wisata Paniis Taman Jaya Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten, menjadi satu lokasi terparah yang terdampak tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018).

Di lokasi tersebut, pada Selasa (24/12/2018) siang, terpantau rumah dan fasilitas warga porak poranda diterjang Tsunami.

Sebelum gelombang Tsunami memporak-porandakan kampung Paniis, Kecamatan Sumur rupanya warga, mengaku melihat gelagat aneh seekor buaya yang kerap muncul di pantai.

Baca Juga : Lewat Pesan Singkat, Dylan Sahara Sampaikan Salam Perpisahan Kepada Ibunda Sebelum Tsunami Menerjang Banten

Seekor Buaya dari laut yang jarang ditemui oleh warga, seketika terlihat di darat satu setengah jam sebelum Tsunami meratakan bangunan rumah di Desa Paniis, Sumur, Banten, Sabtu (23/12/2018) malam lalu.

Buaya yang disebut memiliki besar hingga tiga meter itu dikatakan tengah melahap ikan buruannya di ketika berada di Pantai.

Namun tak seperti buaya pada umumnya, hewan predator itu dikatakan memiliki gelagat dan berperilaku aneh.

Baca Juga : 3 Kali Dihantam Tsunami, Nelayan ini Berhasil Lolos dari Maut dengan Cara Tak Terduga

Dikutip GridHot.ID dari Tribun Jakarta, beberapa kali Buaya tersebut berdiri dengan kaki belakangnya dan memandang ke lautan.

Menyisakan ekor yang masih menempel di pasir pantai, warga mulai curiga.

Seorang yang melihat kejadian itu, Sukarwani mengaku sempat menaruh curiga, karena tidak biasanya Buaya yang muncul satu bulan dua kali di pantai itu, berdiri tegak memandang laut.

Baca Juga : Sedih Karena HPnya Hilang Terbawa Air Saat Tsunami di Banten, Ifan Seventeen Minta Warganet Kirimkan Foto-foto Dylan Sahara

Tidak sekali atau dua kali. Tetapi berkali-kali.

"Dia lagi makan, terus berdiri lagi. Makan lagi, berdiri lagi. Sering lah beberapa kali. Lihatnya ke arah yang sama terus," jelasnya saat berbincang dengan Tribunnews.com di Desa Paniis, Pandeglang, Banten, Selasa (25/12/2018).

Pria yang akrab disapa Kiwong itu, kemudian menjelaskan, tidak lama Buaya berwarna hitam tersebut berperilaku aneh, seorang tetangga mendapat kabar dari Nelayan yang berada di tengah laut.

Baca Juga : 14 Tahun Tsunami Aceh: Mengenang Kisah Martunis, Bocah 7 Tahun yang Bertahan Hidup Setelah 21 Hari Terombang Ambing di Lautan

Memberitahu bahwa ada ombak yang terlalu besar menuju ke daratan.

"Ada namanya Mak Desi. Dia yang beri tahu bahwa ombak tinggi akan ke daratan," tuturnya.

Setengah jam kemudian, warga mendapat kabar kembali, kawasan Ujung Koneng sudah terkena Tsunami, sehingga semua harus bergegas untuk mencari tempat yang lebih aman.

Baca Juga : Kesaksian Warga yang Melihat Buaya Tiba-Tiba Naik Ke Darat, Satu Jam Sebelum Tsunami Terjadi

Kiwong kembali mengingat kejadian demi kejadian yang ia alami malam itu, termasuk Buaya Laut yang berdiri beberapa kali.

Dirinya segera meminta istri dan anaknya untuk lari ke bukit yang tidak jauh dari pemukiman.

"Saya balik lagi ke pantai. Semua bagan yang ada di laut tiba-tiba lampunya mati. Terus lihat air warna putih sepanjang itu. Pas mulai mendekat, saya langsung lari ke bukit," urainya seraya tangannya menunjuk ke arah lautan.

Baca Juga : Deretan 5 Bencana Tsunami Paling Mematikan di Dunia

Beruntung, sebagian besar warga Desa Paniis dapat menyelamatkan diri, namun satu orang nenek menjadi korban tidak selamat.

"Satu orang saja yang di sini jadi korban," katanya.

Meski jumlah korban jiwa akibat terjangan gelombang Tsunami tak sebanyak daerah lain, namun Kampung Paniis diketahui menjadi lokasi terdampak Tsunami paling parah.

Dikutip dari Tribunnews, Tumpukan meterial rumah seperti balok kayu, geting, dan batu bata menggunung didekat pintu masuk kampung.

Baca Juga : Deretan 5 Bencana Tsunami Paling Mematikan di Dunia

Aliran listrik di wilayah tersebut pun belum menyala.

Terisolir selama dua hari, warga hingga kini masih mengandalkan alat penerangan seadanya.

"Kami selama mengungsi hanya ngandelin lampu petromak aja," ucap Aam, saat di berbincang dengan Tribunnews.com.

Untuk jaringan telekomunikasi di sekitar lokasi pun masih sulit.

Baca Juga : Butuh 5 Orang untuk Mengangkatnya, Seekor Penyu Raksasa Ikut Terdampar ke Daratan Saat Tsunami Banten Menerjang

Beberapa kali tim Tribunnews.com mencoba mengirimkan pesan melalui jejaring sosial whatsapp atau panggilan sulit tersambung.

Menurut Aam, sejak tsunami meluluhlantakan desa mereka, jaringan komunikasi hingga saat ini belum kembali normal.

"Belum normal, sepertinya gardunya rusak, mau ngabarin keluarga aja susah ini," kata Aam.(*)