Find Us On Social Media :

Awas! Bagi Pelakor dan Pebinor, Perbuatan Merebut Pasangan Orang Bisa Terjerat Hukum di Indonesia

Ilustrasi

Gridhot.ID - Maraknya kasus perselingkuhan atau acap kali diplesetkan Perebut Lelaki Orang (Pelakor) dan Perebut Bini Orang (Pebinor) di Indonesia kini mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Dikutip dari Kompas.com dan Nakita, Sabtu (5/1) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat untuk tetap memperluas pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP).

Bunyi dari Pasal 484 ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018 menyebutkan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

Lantas untuk menghindari praktik persekusi, maka DPR dan pemerintah sepakat untuk memperketat ketentuan di Pasal 484 ayat (2).

Baca Juga : Ketika Pangeran Inggris Tantang Perang Indonesia di Selat Sunda, Ujung-ujungnya Dibikin Malu Oleh TNI

Pasal itu nantinya bagaimana mengatur pihak-pihak yang mengadukan orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana perzinaan.

Pasal 484 ayat (2) draf RKUHP juga menyatakan tindak pidana zina tak bisa dilakukan penuntutan ke meja hijau kecuali atas pengaduan suami, istri atau pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan.

Frasa pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan kemudian diganti dengan suami, istri, orangtua, dan anak.

"Jadi tidak semua orang bisa mengadukan. Ayat 2 ini menegaskan delik aduan suami, istri, orangtua dan anak. Disepakati," ujar Ketua Panja RKUHP Benny K. Harman saat memimpin rapat tim perumus dan sinkronisasi RKUHP antara pemerintah dan DPR di ruang Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2/2018) silam.

Baca Juga : Daftar Kenakalan Brigpol Dewi, Kepergok Suami Selingkuh Namun Tetap Acuh

Jadi, jika suami/istri/anak mengetahui adanya pelakor/pebinor yang merebut pasangan resmi orang lain, maka bisa segera diproses hukum jika yang bersangkutan melaporkannya ke pihak berwajib.

Dalam rapat hadir pula Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP Enny Nurbaningsih.

Usai seluruh pasal disepakati, tim perumus dan sinkronisasi, draf RKUHP akan dibawa ke rapat Panitia Kerja sebelum disahkan pada Rapat Paripurna.

Namun, Agustinus Pohan dari Akademisi Hukum Pidana Universitas Parahyangan menilai perluasan pasal perzinaan dalam RKUHP ini berpotensi disalahgunakan.

Baca Juga : Dengan Tegas Menolak Cinta Soekarno, Irma 'Ottenhof’ Mamahit Ternyata Miliki Alasan yang Mendalam

Agustinus mengatakan jika perluasan pasal zina ini bisa disalahgunakan untuk tujuan pemerasan.

"Apa yang akan terjadi (jika perluasan pasal zina disahkan)? Pemerasan," ujarnya.

"Ini ekses negatif yang kemungkinan bisa terjadi dan ini yang harus diantisipasi," kata Agustinus dalam sebuah diskusi bertajuk 'Membedah Konstruksi Pengaturan Buku I Rancangan KUHP' di Kampus Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018) silam.

"Saya khawatir justru UU akan memfasilitasi bentuk kejahatan semacam ini karena orang seperti diberi semacam power untuk bisa menekan melalui peraturan hukum," tambahnya. (*)