Find Us On Social Media :

Penampakan Terbaru Pulau Panjang yang Menjelma Jadi Zona Kematian Pasca Erupsi Gunung Anak Krakatau

Penampakan terbaru Pulau Panjang pasca erupsi Gunung Anak Krakatau

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

GridHot.ID - Kawasan pesisir pantai Anyer, provinsi Banten, hingga Lampung diterjang gelombang Tsunami pada Sabtu malam (22/12/2018) pukul 21.30 WIB.

Tsunami Banten yang datang tiba-tiba tanpa diikuti gempa itu diduga terjadi akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.

Kini, usai terjadi erupsi dan Tsunami Gunung Anak Krakatau, aktivitas Gunung Anak Krakatau masih terus menjadi perhatian.

Baca Juga : 8 Fenomena Alam yang Muncul Pasca Letusan Gunung Anak Krakatau: Tsunami Selat Sunda hingga Keluarnya Air Berwarna Oranye

Meski kini jumlah letusannya sudah menurun, namun Gunung Anak Krakatau masih berstatus siaga.

Berbagai fenomena alam muncul pasca letusan Gunung Anak Krakatau.

Yang terbaru adalah munculnya penampakan air laut berwarna oranye di sekitar Gunung Anak Krakatau.

Baca Juga : Heboh Penampakan Air Laut Berwarna Oranye di Sekeliling Gunung Anak Krakatau, Pakar Sebut Bisa Suburkan Perairan Lepas Pantai

Tak hanya itu, pasca serangkaian erupsi, kawasan Pulau Panjang yang terletak tak jauh dari Gunung Anak Krakatau berubah menjadi zona kematian.

Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari akun Instagram @earthuncuttv yang mengunggah sebuah postingan pada 16 Januari 2018 lalu.

Dalam unggahan tersebut, terlihat penampakan terbaru Pulau Panjang yang berada tak jauh dari Gunung Anak Krakatau.

Pulau Panjang atau Pulau Krakatau Kecil terletak sekitar 3 Km dari Gunung Anak Krakatau.

Baca Juga : Beda dari Biasa, Air Laut di Sekeliling Gunung Anak Krakatau Tampak Berwarna Oranye, BNPB Sebut Terjadi Perubahan Morfologi yang Cepat

Pulau letaknya berdekatan dengan Pulau Sertung, Pulau Anak Krakatau dan Pulau Rakata ini menjadi satu pulau yang ikut terdampak lampung erupsi Gunung Anak Krakatau.

Menurut akun @earthuncuttv, Pulau Panjang kini menjelma menjadi zona kematian.

"Pulau Pajang, juga dikenal sebagai pulau Kecil tepat di sebelah timur Anak #Krakatau #volcano adalah zona kematian. Tidak hanya dirusak oleh tsunami, tetapi semua kehidupan tanaman telah terbunuh oleh abu dan gas vulkanik beracun selama letusan besar #Indonesia," tulis @earthuncuttv dalam bahasa Inggris.

Baca Juga : Temukan 2 Retakan Baru di Tubuh Gunung Anak Krakatau, BMKG Khawatirkan Adanya Tsunami Susulan

Dalam potret yang dibagikan, seluruh pepohonan tampak berwarna kelabu dan tak nampak satupun yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Hampir seluruh bagian pulau nampak tertutup abu vulkanik dari erupsi Gunung Anak Krakatau.

Sementara itu, beberapa hari yang lalu, heboh penampakan air laut berwarna oranye di sekitar Gunung Anak Krakatau.

Menurut Menurut Humas BNPB, Sutopo Purwonugroho, berubahnya warna air laut menjadi oranye ini dikarenakan adanya kandungan zat besi tinggi dari kawah Gunung Anak Krakatau.

Baca Juga : Pasca Meletus, Tinggi Gunung Anak Krakatau Menyusut dari 338 MDPL Jadi 110 MDPL

Kandungan itu kemudian masuk ke dalam air laut di sekitarnya.

Hal ini diketahui dari cuitan Sutopo di akun Twitternya @Sutopo_PN pada Sabtu (12/11/2019) lalu.

"Kondisi Gunung Anak Krakatau pada 11/1/2019) yang didokumentasikan @EarthUncutTV.

Warna oranye kecokelatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut.

Baca Juga : Hari Ini Gunung Anak Krakatau Bergejolak Lagi, BMKG : Aktivitas Seismik Ini Memiliki Magnitudo 3.0

Tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah" kata Sutopo di dalam cuitannya yang disertai dengan potret penampakan Gunung Anak Krakatau.

Seorang peneliti dari Penelitian Oseanografi LIPI menyebut jika zat besi tinggi yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau dan larut ke dalam air laut itu dapat menyuburkan perairan.

"Debu zat besi akan menyuburkan perairan karena lepas pantai umumnya miskin Fe (besi)", kata Prof Zainal Arifin, Profesor Riset Bidang Pencemaran Laut sebagaimana dikutip dari Antara News.

Baca Juga : Bukan Krakatau, 2 Letusan Gunung di Indonesia ini Jauh Lebih Dahsyat Hingga Hentikan Perang!

Lebih lanjut, Prof Zainal Arifin menjelaskan jika nantinya "Fe" terlarut akan dimanfaatkan oleg fitoplankton sebagai bagian proses fotosintesis.

Arus laut yang bergerak dari Selat Karimata ke Selat Sunda dan Samudra Hindia secara teroritis akan menyuburkan perairan Samudra Hindia dengan mikroalage atau fitoplankton.

"Fitoplankton akan menjadi sumber nutrisi bagi larva-larva ikan" lanjutnya.(*)