Find Us On Social Media :

Bermodal 30 Personil, Korps Baret Merah Pernah Pecundangi 3000 Milisi Bersenjata Kongo

Personel Gultor 81 Kopassus

Gridhot.ID - Kalau bicara tentang tentara pastilah yang terbayang di benak kita adalah seseorang yang mengenakan baju loreng dan menenteng senjata.

Banyak film-film yang mengisahkan tentang cerita peperangan produksi negeri Paman Sam yang mengambil latar belakang kisah nyata yang dialami oleh veteran prajurit perang seperti Saving Private Ryan, Band of Brothers, Dunkirk dan tentunya sang pahlawan layar kaca Rambo yang bisa menghadapi puluhan musuh hanya seorang diri.

Tapi banyak yang tahu bahwa ternyata tentara nasional kita TNI pernah membuat dunia kagum sekaligus menelan ludah karena tercengang dengan apa yang mereka lakukan.

Melansir dari Artileri.org, Kopassus sebagai bala tentara utama Indonesia pernah menjalankan misi yang dianggap mustahil oleh seluruh angkatan bersenjata di dunia.

Baca Juga : Kisah Youtuber Indonesia Ditikam 17 Kali Sampai Paru-parunya Bocor, Pelaku Tersenyum Senang Lihat Korban Sekarat

Kejadiannya berawal pada tahun 1962 di negara Kongo yang waktu itu sedang bergejolak, TNI kembali diminta oleh United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengirim pasukan perdamaian ke Kongo.

Di bawah pimpinan Letjen TNI Kemal Idris pasukan perdamaian indonesia tersebut diberi nama Kontingen Garuda III (Konga III) yang anggotanya diambil dari Batalyon 531 Raiders, satuan-satuan Kodam II Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur tempur lainnya termasuk Kopassus yang waktu itu masih bernama Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Konga III berangkat dengan pesawat pada bulan Desember 1962 dan akan bertugas di Albertville, Kongo selama delapan bulan di bawah naungan UNOC (United Nations Operation in the Congo).

Daerah yang menjadi medan operasi pasukan Garuda terkenal sangat berbahaya karena di situ terdapat kelompok-kelompok milisi atau pemberontak pimpinan Moises Tsommbe yang berusaha merebut daerah tersebut karena kaya akan sumber daya mineral.

Baca Juga : Bakal Kena 86, Sopir Tak Sadar Jika Aksi Oleng Truknya Diuber Banyak Polisi

Hubungan interaksi antara pasukan Konga III dengan pasukan perdamaian negara lain terjalin sangat erat, mereka terdiri dari pasukan perdamaian Filipina, India dan bahkan dari Malaysia yang pada tahun 1962 Indonesia sedang gencar-gencarnya menyerukan konfrontasi Ganyang Malaysia dikobarkan, tapi di bawah bendera PBB sikap tersebut hilang karena profesionalitas personel Konga III.

Kontingen pasukan perdamaian India merupakan yang terbesar dan terbanyak jumlahnya di UNOC dan terorganisir dengan baik, sedangkan pasukan Garuda hanya berkekuatan kecil akan tetapi mampu melakukan taktik perang gerilya dengan baik.

Bukan hanya soal perang melulu, Konga III juga mengajarkan masyarakat setempat untuk mengolah berbagai macam tumbuhan yang berada di sekitar mereka untuk dijadikan makanan, seperti cara mengolah daun singkong sehingga enak dimakan.

Suatu hari terjadi serangan mendadak di markas Konga III yang dilakukan oleh para pemberontak yang diperkirakan berkekuatan 2000 orang. Markas Konga III dikepung oleh para pemberontak tersebut.

Baca Juga : Perekam Video Bunuh Diri Tyas Sancana Ramadhan : 'Loncat-loncat' Sambil Tertawa Cekikikan

Tembak menembak terjadi dari jam 24.00 malam hingga dini hari, tidak ada pasukan Garuda yang meninggal pada kejadian itu hanya beberapa luka ringan dan segera ditangani oleh tim medis sedangkan para pemberontak setelah melakukan serangan langsung mundur ke wilayah gurun pasir yang gersang.

Tak mau berdiam diri saja seluruh pasukan perdamaian di Kongo dari semua negara peserta langsung melakukan rapat koordinasi untuk melakukan pengejaran terhadap gerombolan pemberontak, hasilnya dibentuk tim berkekuatan 30 orang yang berasal dari RPKAD/Koppasus untuk melakukan pengejaran hingga ke markas pemberontak sekalipun.

Raut wajah bersemangat tinggi berkobar di tiap-tiap personel prajurit RPKAD yang terpilih untuk melakukan pengejaran, iringan doa dari semua pasukan perdamaian menyertai ke 30 prajurit terpilih karena mereka akan berada di wilayah yang disebut "no man’s land" alias wilayah tak bertuan yang merupakan daerah terlarang bagi pasukan PBB karena di kawasan tersebut pasukan dari india pernah ditembaki sampai habis tak bersisa.

Ke 30 pasukan RPKAD yang menyusup ke sarang pemberontak dipimpin oleh seorang kapten dan 5 orang letnan, mereka menyamar layaknya penduduk setempat, badan dan wajah digosok arang sehingga hitam menyerupai kulit penduduk setempat, ada juga personel yang berpakaian layaknya wanita membawa bakul sayuran.

Menurut informasi, para pemberontak berkekuatan 3000 orang bersenjata lengkap termasuk kendaraan lapis baja, ke 30 personel RPKAD itu juga mendengar informasi bahwa penduduk setempat termasuk pemberontak sangat takut dengan apa yang dinamakan Hantu Putih yaitu sosok berpakaian putih berbau bawang putih, nah hal ini dimanfaatkan oleh para personel RPKAD dengan mengubah penampilan pemyamaran mereka dengan menggunakan jubah putih yang mengembang apabila ditiup angin.

Isyarat serangan pun diberikan oleh komandan pada saat waktu menunjukkan jam 24.00 malam, dengan sangat cepat para personel RPKAD bergerak menggunakan kapal yang dicat hitam-hitam menyerang melintasi danau Tanganyika yang tidak berada jauh dari "no man’s land".

Ke 30 personel RPKAD yang sudah menyamar menjadi "Hantu Putih" ini atau yang dikenal oleh masyarakat setempat Spiritesses berhamburan keluar dari kapal dan langsung menyerang para pemberontak.

Pemberontak yang kaget dan memercayai jika yang dihadapi mereka adalah hantu hilang semangat dan ketakutan kocar-kacir, bahkan ada seorang pemberontak yang sedang membakar ayam karena kaget langsung melempar ayam bakarnya dan mengenai salah satu anggota RPKAD.

Selang 30 menit markas pemberontak sekaligus keluarga mereka menyerah dan dapat dikuasai, puluhan anggota pemberontak tewas dan di pihak RPKAD hanya satu orang yang cedera terkena pecahan proyektil granat, hasil ini langsung diinformasikan yang selanjutnya kontingen pasukan perdamaian yang lain datang untuk mengamankan daerah tersebut.

Sejak saat itu anggota Kontingen Garuda III dikenal oleh orang-orang Kongo dengan julukan Les Spiritesses/Hantu Putih, bisa dibayangkan hanya berkekuatan 30 orang berhasil menawan 3000 orang pemberontak bersenjata lengkap, 30 vs 3000!

Hasil gilang gemilang ini bahkan mendapat pujian dari komandan UNOC letnan Kadebe Ngeso dari Ethopia, ia mengatakan bangga dengan dan takjub atas keberhasilan ke 30 anggota RPKAD Kontingen Garuda III dalam misi yang dianggap mustahil itu.

Sampai sekarang misi yang dilakukan oleh ke 30 anggota RPKAD itu masih menjadi legenda di Misi Pasukan Perdamaian PBB seluruh dunia. (Seto Aji/Gridhot.ID)