Kisah Pilu Guru Honorer di Pedalaman Flores, Gaji Rp 85.000 Hingga Tak Bisa Kabari Keluarga karena Terisolasi

Selasa, 09 Juli 2019 | 16:46
Kompas.com/Nansius Taris

Kisah Pilu Guru Honorer di Pedalaman Flores, Gaji Rp 85.000 Hingga Tak Bisa Kabari Keluarga karena Terisolasi

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang

Gridhot.ID - Sempat heboh terkait kasus seorang guru honorer di Tangerang yang dipecat gara-gara laporkan pungli.

Dikutip dari Tribunnews, Rusmini, mantan guru honorer SDN Pondok Pucung 02 sempat menyuarakan dugaan pungli di sekolah tersebut.

Rusmini disebut berhasil membongkar dugaan praktek pungli iuran laboratorium komputer, infokus, dan buku pelajaran yang dibeli secara mandiri.

Baca Juga: 3 Tahun Hilang, Keberadaan Suami Berhasil Diketahui Istri Lewat Video TikTok

Investigasi yang dilakukan Rusmini ternyata justru membuatnya dipecat dari sekolahannya.

Kisah pilu memang sering menghampiri para guru honorer di Indonesia, salah satunya di pedalaman Flores.

Dikutip dari Kompas.com, nasib beberapa guru honorer di SMPN 3 Waigete, Flores, NTT punya kisah pilu tersendiri.

Baca Juga: Kaget Dapati Potongan Kepala Manusia Terbakar, Warga Banyumas: Tak Pernah Ada Orang di TKP

Mereka mengabdi di pedalaman Flores yang terisolasi dengan upah hanya Rp. 85.000 per bulan.

Salah satu guru, Maria Beta Nona Vin mengungkapkan perjuangannya.

"Itu uang Rp 85.000 juga kadang-kadang mandek sampai 3 bulan. Itu uang kan dari orangtua siswa. Jadi, kita tunggu kapan mereka bayar baru kita terima honor," ujar guru yang biasa disapa Beti.

Baca Juga: Terancam Hukuman Mati, Pria Pengancam Penggal Kepala Jokowi Akhirnya Menikah di Rumah Tahanan

Dirinya menceritakan kalau saat upah tersebut tak terbayar, maka dirinya harus mengandalkan ubi yang ditanamnya sendiri.

Beti memang menanam ubi yang diandalkannya jika tak mampu membeli beras.

Jarak rumah hingga ke sekolahnya pun mencapai 3 kilometer dan Beti menempuhnya dengan berjalan kaki.

Baca Juga: Tangan Besi Rodrigo Duterte Basmi Kartel Narkoba Filipina : Mereka Membunuhnya Seperti Binatang

Tak hanya itu, dirinya juga harus berjuang terisolasi dari listrik dan telepon.

"Di rumah kami pakai lampu pelita. Kalau malam kerja perangkat pembelajaran, kami andalkan lampu pelita saja. Susah sekali sebenarnya, tetapi karena sudah terbiasa, jadinya nyaman juga. Untuk yang punya hanphone itu harus pergi cas di orang yang ada mesin generator," tutur Beti.

Sinyalpun hanya bisa didapat bila berjalan kaki sejauh 3 kilometer lagi.

Baca Juga: Suguhkan Aksi Nyeleneh di Tengah Pertandingan, Permainan Bulu Tangkis Pria Ini Justru Berhasil Memukau Penonton

Dengan gaji seadanya, Beti tinggal di rumah sederhana dengan alas tikar belahan bambu.

Meski harus hidup dengan segala keterbatasan, Beti mengaku tetap semangat mengajar di sekolah tersebut.

"Capek sebenarnya, tetapi berpikir, pasti ada hikmah di balik perjuangan ini," ungkap Beti.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, tribunnews