Find Us On Social Media :

Fakta Unik Sejarah Sang Saka Merah Putih, Buah Tangan Fatmawati dari Perwira Jepang Hingga Bercerita Soal Sprei dan Tenda Warung Soto Seharga Rp 500 Sen

Pasukan Paskibraka bertugas menaikan Bendera Merah Putih dalam Upacara Peringatan Detik-detik Prokla

Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade

Gridhot.ID - Indonesia sebentar lagi akan memperingati hari kemerdekaan negara yang ke 74 pada 17 Agustus 2019.

Tak terasa negara ini telah menempuh usia 74 tahun merdeka usai melalui banyak perjuangan melawan penjajah.

Dalam memperingati hari kemerdekaan ini, masyarakat tak akan lupa mengenang jasa para pahlawan yang turut serta berjuang meraih kemerdekaan.

Baca Juga: Kisah Viral Fernanda Colombo, Wanita Eks Kiper Timnas Brasil yang Berwajah Kelewat Cantik Sampai Ditawar Agensi untuk Ganti Profesi dari Atlet ke Wanita Penghibur, Dibikin Tergiur dengan Disodori Rp 28 Juta Sekali Tampil

Dibalik jasa perjuangan para pahlawan ternyata proklamasi kemerdekaan Indonesia menyimpan beberapa fakta-fakta menarik yang tidak diketahui banyak orang.

Salah satunya adalah sejarah bendera kebangsaan Indonesia Merah Putih yang dikibarkan untuk pertama kalinya ketika Proklamasi dikumandangkan pada 17 Agustus 1945.

Ternyata tersimpan cerita menarik terkait asal usul bahan Bendera Pusaka Merah Putih yang dijahit oleh Ibu negara Fatmawati.

Baca Juga: Viral, Kisah Heroik Sepasang Kakek dan Nenek Tua Buat Kocar-kacir Kelompok Perampok Bersenjata yang Menodong Mereka, Hanya Gunakan Sandal dan Kursi

Melansir dari Historia.ID dan sumber pelengkap, konon kain berwarna merah yang dijadikan bendera tersebut berasal dari warung tenda soto yang dibeli seharga Rp 500 sen.

Menurut cerita sebenarnya, Ibu Fat, panggilan akrab istri Presiden Soekarno ini, sudah membuat bendera Merah Putih sebelum 16 Agustus 1945.

Namun, lantaran dianggap kekecilan, karena panjangnya hanya 50 centimeter, dia pun berencana membuat kembali bendera tersebut.

Namun, saat membuka lemari pakaiannya, Ibu Fat hanya menemukan selembar kain putih bersih bahan seprai dan tak punya kain berwarna merah sama sekali.

Baca Juga: Buka Suara Soal Kematian Briptu Heidar, Ibu Almarhum Bertanya-tanya Kenapa Anaknya Tewas, Sementara Alfonso Lolos: Polri Jangan Hanya Cari Pelaku, Rekan Anak Saya Harus Diperiksa

Disaat yang bersamaan, seorang pemuda bernama Lukas Kustaryo (Di kemudian hari masuk militer dengan pangkat terakhir Brigjen) yang berada di kediaman Soekarno.

Ibu Fat kemudian menyuruh pemuda ini untuk mencari kain merah untuk bendera pusaka.

Menurut penuturan Lukas Kustaryo, pada majalah Intisari edisi Agustus 1991, dia lantas berkeliling dan akhirnya menemukan kain merah yang tengah dipakai sebagai tenda sebuah warung soto.

Baca Juga: Tak Terima Anjing Kesayangannya Mati Dimangsa, Pria Asal India Lakukan Balas Dendam Habisi Nyawa Tiga Ekor Macan Tutul Sekaligus Dengan Cara Ini

Kemudian, kain merah tersebut ditebusnya dengan harga Rp 500 sen, dan menyerahkannya kepada Ibu Fat.

Akhirnya, Ibu Fat menjahit bendera Merah Putih yang baru dengan ukuran 276 x 200 cm malam itu juga untuk digunakan keesokan harinya.

Bendera itu akhirnya dikibarkan pada hari Jumat 17 Agustus 1945 sekaligus menjadi bendera pusaka di kemudian hari.

Sang Saka Merah Putih terakhir kali berkibar pada 1969, kemudian pemerintah RI membuat bendera duplikat dengan ukuran 300 x 200 cm.

Baca Juga: Kisah Aldi Haryopratomo, CEO yang Sering Nyambi Jadi driver Gojek, Bebas Bekerja Tanpa Ada yang Tahu

Namun demikian, kisah tersebut diluruskan melalui Buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno, volume 1, yang terbit 1978.

Melalui buku tersebut, Fatmawati menceritakan, dari mana dia mendapatkan kain untuk bendera merah putih tersebut.

Dalam buku tersebut, Ibu Fat menceritakan, suatu hari, Oktober 1944, tatkala kandungannya berumur sembilan bulan (Guntur lahir pada 3 November 1944), datanglah seorang perwira Jepang membawa kain dua blok.

Baca Juga: Mas Yusuf Tak Malu-malu Ungkapkan Rasa Cintanya Saat Video Call, Intan Permata Asli: Aduh Sayangnya Saya Udah Ada yang Punya

“Yang satu blok berwarna merah sedangkan yang lain berwarna putih. Mungkin dari kantor Jawa Hokokai,” kata Fatmawati kala itu.

Dengan kain itulah, Ibu Fat menjahitkan sehelai bendera merah putih dengan menggunakan mesin jahit tangan.

Dikisahkan, perwira tersebut adalah seorang pemuda bernama Chairul Basri yang diperolehnya dari Hitoshi Shimizu, kepala Sendenbu (Departemen Propaganda).

Pada 1978, Hitoshi Shimizu diundang Presiden Soeharto untuk menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia karena dianggap berjasa meningkatkan hubungan Indonesia-Jepang.

Baca Juga: Kerap Tampilkan Drama Cedera di Lapangan Saat Lawan Indonesia, Instagram Kiper Timnas Laos Diserbu Netizen Indonesia dengan Komentar Kejam, Sempat Jadi Trending Topik Twitter

Usai menerima penghargaan, Shimizu bertemu dengan kawan-kawannya semasa pendudukan Jepang.

“Pada kesempatan itulah ibu Fatmawati bercerita kepada Shimizu bahwa bendera pusaka kainnya dari Shimizu,” ujar Chairul Basri dalam memoarnya.

Pada kesempatan lain, waktu berkunjung lagi ke Indonesia, Shimizu menceritakan kepada Chairul Basri, bahwa dia pernah memberikan kain merah putih kepadanya untuk diserahkan kepada Fatmawati.

Baca Juga: Kecelakaan Saat Antar Pesanan, Driver Ojol Terkena Suspend karena Si Pelanggan Tak Terima Lalu Berikan Rating Rendah, Netizen Geram dan Lacak Si Pelanggan

Kain itu diperoleh dari sebuah gudang Jepang di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat, di depan bekas Bioskop Capitol.

“Saya diminta oleh Shimizu untuk mengambil kain itu dan mengantarkannya kepada ibu Fatmawati,” kenang Chairul.(*)