Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega
Gridhot.ID - Sosok pemuda asal Sragen, Jawa Tengah bernama Sungadi tiba-tiba muncul di pemberitaan media.
Pasalnya, Sungadi yang kini berusia 21 tahun mengalami obesitas atau kelebihan berat badan.
Dikutip dari Tribun Solo, Sungadi memiliki berat badan seberat 140 kilogram atau 1,4 kuintal.
Anak kelima dari pasangan Suwarno (59) dan Tukiyem (58) itu tinggal di rumah sederhana di Dukuh Jurang, Desa Sono, Kecamatan Mondokan, Sragen.
Ternyata bobot Sungadi sejak kecil sudah tak biasa jika dibandingan anak lainnya.
Pada usia 8 tahun, bobot Sungadi sudah mencapai 114 kilogram atau 1,14 kulintal.
"Lha bobot saat lahir di Puskesmas Buras sudah 4,8 kilogram," ungkap ayah Sungadi saat ditemui TribunSolo.com di rumahnya, Sabtu (21/9/2019).
Diketahui, bobot pemuda yang masih lajang itu terus bertambah hingga kini pada usia 21 tahun telah menembus 1,4 kuintal.
Menurut Suwarno, anaknya sejak dulu memiliki nafsu makan yang berlebih.
"Dulu bisa makan sampai sembilan kali sehari, tetapi sekarang sudah bisa dikurangi," tutur Suwarno mengenangnya.
"Sekarang, Sungadi cuma makan sebanyak tiga hingga lima kali sehari demi kebaikannya," imbuhnya.
Sungadi pun membenarkan apa yang disampaikan ayahnya, soal kegemarannya menyantap makanan.
"Sehari, saya bisa makan sampai lima kali," terang Sungadi.
Meski mengalami obesitas, Sungadi rupanya masih bisa bekerja sebagai buruh bangunan.
Sungadi harus banting tulang membantu ayahnya di sebuah proyek pembangunan rumah yang berada kurang lebih sekira 300 meter di sebelah barat rumahnya.
Ayah Sungadi, Suwarno (59) menerangkan, anaknya biasa berangkat dari rumah sekitar pukul 07.00 WIB.
Meski tubuhnya dikatakan tak biasa dibandingan orang seusianya, tetapi Sungadi tampak giat dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya di tempatnya bekerja.
"Kalau berangkat biasanya jalan kaki dan tidak pernah pakai sandal," terang Suwarno.
Baca Juga: Aksi Heroik Seorang Ayah, Gigit Kaki Buaya yang Memangsa Anaknya Saat Sedang Mandi di Sungai
Suwarno pun mengungkap alasan Sungadi tidak pernah memakai sandal karena ia takut terpeleset saat jalan di tanjakan akibat tidak kuat menahan berat badan.
"Itu membuat telapak kakinya kapalan dan pecah-pecah," ungkap dia.
Suwarno menambahkan, anaknya juga terpaksa tidak pernah mengenyam dunia pendidikan.
"Ya, itu karena jaraknya jauh dan sepeda motor milik saya tidak kuat untuk memboncengkannya sampai ke sekolah," paparnya.
Suwarno hanya memiliki sepeda motor Honda Supra X warna hitam buatan tahun 2000.
"Itu pernah sekali buat memboncengkan Sungadi, habis itu langsung turun mesin," aku Suwarno.
"Bahkan kalau sepeda motor saya dinaiki Sungadi, shockbreakernya langsung turun saking beratnya," imbuhnya.
Sungadi membenarkan, faktor jarak menjadi satu di antaranya alasan dirinya tidak mengenyam bangku pendidikan.
Hal itulah yang akhirnya membuat pelafalan huruf yang diucapkan Sungadi menjadi tidak jelas.
Sungadi sering menyebut nama 'aku' dengan 'au', dan 'susu' menjadi 'uu'.
"Ya, seperti itulah, mas, pelafalan jadi kurang begitu jelas," terang Suwarno menimpali Sungadi.
Bahkan, Sungadi nyaris celaka karena pernah amblas dan masuk ke tempat pembuangan kotoran (septic tank) kala ke toilet karena bobot badannya cukup besar.
"Jadi WC yang didudukinya ambrol, karena tidak kuasa menahan berat badannya," ungkap Suwarno.
"Tetapi tidak apa-apa, meskipun saat mengeluarkanya kita kesulitan," jelasnya.
Akibat kejadian itu, bagian toilet di dalam rumah Sungadi dibangun dengan cor-coran agar kuat saat digunakan anaknya yang ditinggal ibunya sejak usia 2 tahun itu.
Pasalnya, ibu Sungadi hingga kini banting tulang ikut bekerja dengan penjual makanan di daerah Pasar Nusukan, Solo.
"Saya perbaiki WC-nya, hanya toilet yang akhirnya kami tembok," akui Suwarno.
(*)