Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau dan Kalimantan kini sudah mulai mereda.
Setelah buat beberapa wilayah di Kalimantan diselimuti kabut asap tebal bahkan buat Jambi miliki langit merah, kini kebakaran tersebut sudah mulai teratasi.
Kebakaran hutan tersebut mereda akibat hujan yang turun di hutan Kalimanntan dan Riau.
Dikutip Gridhot dari unggahan Presiden Jokowi, dirinya mengatakan kalau hujan tersebut hasil dari operasi modifikasi cuaca yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dibantu aparat.
Presiden Jokowi menyebutkan kalau timnya menggunakan Pesawat Hercules C-130 dan CN296 untuk menyemai garam di lintasan awan.
Operasi tersebutlah yang digadang-gadang menjadi penyebab turunnya hujan di sekita Kalimantan dan Riau beberapa waktu lalu.
"Syukur Alhamdulillah, operasi modifikasi cuaca ini berhasil menurunkan hujan yang membasahi hutan-hutan Riau dan Kalimantan yang disasar," tulis Presiden Jokowi di unggahannya di Twitter.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, operasi modifikasi cuaca memang sudah jadi rencana tim BPPT untuk menangani karhutla setelah Water Bombing.
“Ini pilihan yang harus ditempuh. Teknologi ini butuh awan, yang kami beri perlakuan sehingga dia jadi hujan. Diharapkan hujan ini akan mampu membasuh asap dan memadamkan api,” ujar Dr. Tri Handoko Seto, M.Sc selaku Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT.
Meski berhasil membuat hujan buatan dari operasi tersebut, kebakaran hutan di Kalimantan Tengah masih belum sepenuhnya teratasi.
Modifikasi cuaca ini menurut Seto masih memiliki kelemahan.
Karena sifat hujan yang cenderung Sporadis membuat air yang dihasilkan tidak bisa sepenuhnya tepat sasaran.
“Kalau modifikasi cuaca, airnya sangat banyak, kelemahannya dia tidak bisa diarahkan persis ke tempat-tempat kebakaran,” jelas Seto.
“Namun, kondisi sekarang hujan di mana pun akan berdampak secara signifikan pada pengurangan kebakaran hutan. Minimal, hujan bisa mencegah terjadinya kebakaran-kebakaran baru,” kata Seto.
BPPT dibantu BMKG menggunakan alat radar cuaca untuk memonitor potensi awan yang dapat digunakan.
Jika awan sudah terbentuk, selanjutnya bahan semai disiapkan, untuk kemudian diterbangkan dengan pesawat TNI AU CN295.
Bahan semai sendiri merupakan garam yang diperlakukan khusus sesuai standar.
Standar itu di antaranya harus memiliki tingkat kekeringan dan kehalusan yang sesuai.
Tim yang bertugas kemudian akan terus memantau perkembangan awan yang sudah disemai garam.
Membentuk hujan buatan sudah sering digunakan beberapa negara untuk hal serupa.
Bahkan strategi membentuk hujan buatan ini ternyata pernah jadi strategi militer Amerika Serikat untuk lumpuhkan tentara Vietnam.
Dikutip Gridhot dari Gizmodo, sejak Maret 1967 hingga Juli 1972 Amerika Serikat rela gelontorkan dana hingga lebih dari 42 miliar rupiah pertahun untuk bentuk hujan buatan.
Tujuannya untuk memperpanjang musim penghujan di waktu tersebut dan membanjiri jalur Ho Chi Minh.
Jalur tersebut merupakan jalur suplai yang digunakan tentara Vietnam.
Militer Amerika berharap agar hujan buatan membuat jalur tersebut menjadi becek, licin, bahkan banjir agar mengganggu jalur suplai Vietnam.
Operasi yang disebut sebagai Operasi Popeye itu bahkan disebut-sebut menjadi operasi mengubah cuaca yang paling besar di dunia untuk kepentingan militer.
Saat itu militer Amerika Serikat menggunakan Silver Iodide untuk disemai di awan.
Hingga pada sekitar 1978, metode tersebut dicekal habis-habisan untuk kepentingan perang karena disebut sebagai metode 'menjadi Tuhan'.
(*)