Meski sudah banyak penjahat yang diringkus, operasi penumpasan kejahatan terus berlanjut seperti yang dilaksanakan oleh Komando Daerah Militer (Kodim) 0734 Yogyakarta di bawah pimpinan Kolonel Muhamad Hasbi.
Tahun 1983, Kolonel Hasbi menyatakan perang terhadap para preman atau gali yang ulahnya makin meresahkan masyarakat Yogyakarta dengan cara menggelar Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK) bekerja sama dengan intelijen AD, AU, AL dan kepolisian.
Kodim Yogyakarta lalu melakukan pendataan terhadap para gali melalui operasi intelijen dan para gali yang berhasil didata diwajibkan melapor serta diberi kartu khusus.
Setelah mendapat kartu, para gali tersebut dilarang bikin ulah lagi, tapi juga harus mau memberitahukan para gali lain yang kerap melakukan kejahatan dan tidak mau melapor.
Para gali yang tidak melapor kemudian diburu oleh tim OPK Kodim untuk ditangkap dan bagi yang lari atau melawan akan langsung ditembak mati.
Mayat para gali yang ditembak mati dibiarkan tergeletak di mana saja dengan tujuan membuat jera (shock therapy) para gali lainnya.
Meski OPK yang digelar aparat keamanan di Yogyakarta sudah diketahui masyarakat, setiap ada mayat yang ditemukan di pinggir jalan, tepi hutan, bawah jembatan, dan lainnya, mayat dengan luka tembak itu kerap dinamai sebagai korban penembakan misterius (petrus) yang kemudian istilah 'petrus' itu menjadi sangat populer sekaligus menakutkan.