Bertarung di Balik Sarung, Ini Tradisi Suku Bugis untuk Selesaikan Masalah Pribadi, Akan Saling Tikam Hingga Nyawa Tak Lagi Berarti Demi Harga Diri

Selasa, 17 Desember 2019 | 19:13
duniakesenian

Tradisi Berdarah Sigajang Laleng Lipa, Pemuda Bugis Bertarung dalam Sarung Untuk Selesaikan Masalah

Gridhot.ID - Masyarakat Indonesia memang memiliki berbagai macam budaya yang unik.

Beberapa ritual dari yang indah sampai yang menyeramkan tersedia di setiap suku di Tanah Air.

Salah satu ritual yang cukup mengerikan jika disimak adalah Sigajang Laleng Lipa dari Suku Bugis.

Baca Juga: Banderol Rumah Syariah dengan Harga Murah Tanpa Riba, Penipu Kelas Kakap Ini Berhasil Keruk Uang hingga Rp 40 Miliar, Perdaya Korbannya dengan Ayat-ayat dan Kedoknya Sebagai Ustaz

Konon, pemuda bugis melakukan ritual yang disebut Sigajang Laleng Lipa ini untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Sigajang Laleng Lipa salah satu budaya yang ada di Sulawesi selatan, yang artinya saling tikam menggunakan badik dalam satu sarung.

Badik sendiri adalah senjata tradisional yang merupakan warisan budaya Bugis.

Baca Juga: Lontarkan Kritik Keras pada Pemerintah China Soal Muslim Uighur, Mezut Oezil Justru Diserang Balik Fansnya, Klub yang Dibelanya pun Turut Kena Imbasnya

Namun, menurut beberapa sumber ritual ini konon banyak terjadi di masa lalu, saat sebuah keluarga merasa harga dirinya terinjak, namun, kedua keluarga merasa benar, maka diselesaikan dengan ritual ini.

Awal kemunculannya, adalah pengaruh masyarakat Bugis yang menjunjung tinggi rasa malu, di mana mereka merasa malu ketika harga diri mereka terinjak-injak.

Bahkan mereka rela mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan kehormatan mereka, akhirnya ritual ini tercipta.

Baca Juga: Cinta Tak Memandang Usia, Mantan Kekasih Maia Estianty Move On ke Artis Cantik yang 14 Tahun Lebih Muda, Sering Kepergok Tampil Mesra di Setiap Kesempatan

Meski terkadang hasil akhir dari pertarungan ini adalah imbang, sama-sama meninggal, atau keduanya sama-sama hidup.

Seiring berjalannya waktu dan kemajuan pendidikan ritual ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bugis.

Meski begitu, ritual ini tidak benar-benar ditinggalkan, melainkan dipentaskan kembali dalam sebuah panggung untuk menjaga kelestarian warisa budaya.

Baca Juga: Cobaan Keluarganya Seakan Tiada Henti, Sang Suami Idap Penyakit Hepatitis A hingga Kehilangan Pekerjaan, Driver Bercadar Tiga Anak Ini Tetap Gigih Narik Ojol untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Pementasan ini dimulai dengan pementasan tari, dan ritual bakar diri para penari menggunakan obor.

Namun, para penari tetap tersenyum dan tidak tersengat kepanasan, setelah itu barulah kedua pementas beradu dalam sarung untuk melakukan Gajang Laleng Dipa.

Menurut kepercayaan, ritual ini memiliki makna tersendiri, di mana sarung diartikan sebagai simbol persatuan dan kebersamaan masyarakat Bugis.

Baca Juga: Jual Semua Koleksi Gitar Milik Suami untuk Makan Sehari-hari, Retno Masih Pertahankan Satu Alat Musik Spesial Milik Zul Zivilia, Ternyata Simpan Cerita Berharga di Baliknya

Berada dalam sarung berarti menunjukkan, diri merek ada dalam satu tempat dan ikatan yang menyatukan, dalam kata lain ikatan kebersamaan antar manusia.

Meski terkesan brutal dan mengerikan, ritual ini merupakan tradisi dan ciri khas masyarakat Bugis.

Ketika perselisihan tak dapat dihindari karena sebuah perselisihan dan menjunjung harga diri yang harus ditegakkan.

Baca Juga: Dinilai Sebagai Tempat Rawan Narkotika, Diskotek Colosseum Justru Dapat Penghargaan Adikarya Wisata 2019, Anies Baswedan Langsung Pecat PNS yang Memberi

Di saat itulah nyawa tak ada artinya, dan konflik berdarah harus dilakukan dalam ritual bernama Gajang Laleng Dipa.

Hal ini tak lain dan tak bukan adalah untuk menjunjung kemulian dan harga diri Manusia.

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Sigajang Laleng Lipa, Cara 'Mematikan' Suku Bugis untuk Menyelesaikan Masalah.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber intisari