Gridhot.ID - Hubungan antara Malaysia dengan China memang sempat memanas.
Salah satunya terjadi saat kunjungan Perdana Menteri Mahathir Mohamad baru-baru ini ke China.
Wakil presiden MCA Wee Ka Siong mengklaim bahwa Mahathir telah gagal mencapai tujuannya, termasuk negosiasi pengurangan harga untuk Jalur Kereta Api Pantai Timur (ECRL) dan dua proyek pipa gas, yaitu Multi-Product Pipeline (MPP) dan Trans-Sabah Gas Pipeline (TSGP).
Berdasarkan pengamatan dan laporan media, China tampaknya berdiri teguh pada biaya dari tiga proyek tersebut.
"Saya kecewa dengan keputusan Mahathir untuk membatalkan ECRL dan dua proyek pipa gas, dan mengumumkannya saat masih di Beijing."
"Ini tidak baik untuk hubungan kami di China, karena melibatkan proyek inisiatif One Belt One Road yang telah menjadi prioritas China," katanya dalam pernyataan yang diposting di halaman Facebook-nya hari ini.
Dalam pernyataannya, Wee juga menjelaskan bahwa manfaat proyek tidak boleh diukur dalam hal pendapatan langsung saja, tetapi juga pendapatan pajak yang diperoleh melalui peningkatan kegiatan ekonomi.
Pada konferensi pers sebelum kepulangannya, Mahathir mengatakan kepada wartawan di Beijing bahwa Malaysia akan menemukan cara untuk keluar dari proyek dengan biaya serendah mungkin, tetapi menyesalkan jumlah yang besar masih harus dibayar sebagai kompensasi.
"Kita harus menemukan cara untuk keluar dari proyek ini (ECRL) dan dengan biaya serendah mungkin, dan kita harus membayar kompensasi."
"Ini kebodohan masyarakat kita sendiri. Kami tidak bisa menyalahkan orang China untuk itu," katanya.
Mahathir mengklaim bahwa pemerintah China harusnya "mengerti" ketika dia menjelaskan bahwa Malaysia tidak mampu membayar proyek ECRL dan SSER.
Ketika ditanya tentang konferensi pers Mahathir, seorang diplomat mengatakan China dan Malaysia telah sepakat untuk menyelesaikan perbedaan pendapat melalui konsultasi ramah.
Sambil menyoroti manfaat timbal balik dari kerja sama yang sedang berlangsung antara kedua negara, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang mengatakan bahwa masalah tidak dapat dielakkan dalam kerja sama apa pun.
"Tentu saja, pasti akan ada masalah ketika dua negara bekerja sama, dan mungkin ada pandangan yang berbeda."
"Ketika masalah muncul, itu harus diselesaikan melalui konsultasi ramah dengan pandangan mengembangkan hubungan bilateral dan kerja sama yang hangat."
Beralih ke Indonesia, banyak pembangunan mega proyek yang berjalan dengan lancar.
Berikut adalah daftar proyek yang telah selesai antara lain:
1. PLBN Entikong, Kalbar
2. PLBN Motaain, NTT
3. PLBN Motamassin, NTT
4. PLBN Skouw, Jayapura
5. Bendungan Paya Seunara, Aceh
6. Bendungan Rajui, Aceh
7. Bendungan Jatigede, Jawa Barat
8. Bendungan Bajulmati, Jawa Timur
9. Bendungan Nipah, Jawa Timur
10. Bendungan Titab, Bali
11. Jalan Tol Gempol-Pandaan 14 km
12. Bandara Sentani, Jayapura
13. Bandara Juwatan, Tarakan
14. Bandara Fatmawati Soekarno, Bengkulu
15. Bandara Mutiara, Palu
16. Bandara Matahora, Wakatobi
17. Bandara Labuan Bajo, Pulau Komodo
18. Pengembangan Bandara Soetta (termasuk Terminal 3)
19. Pelabuhan Kalibaru (New Priok)
20. Pipa gas Belawan-Sei Mangkei
Pemerintah Jepang bahkan sempat menyatakan ingin membantu Indonesia dalam menggeber pelaksanaan mega proyek.
Keinginan tersebut disampaikan oleh Hiroto Izumi, Staf Khusus Perdana Menteri Jepang Bidang Infrastruktur kepada Presiden Jokowi di Istana, Selasa (5/9).
Mengutip dari Kontan.co.id, Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat usai mendampingi Presiden Jokowi bertemu dengan Izumi mengatakan, ada tujuh proyek besar yang ingin dibantu untuk diselesaikan oleh Jepang.
Mega proyek tersebut antara lain Pelabuhan Patimban, Kereta Jakarta - Surabaya, dan Tol Trans Sumatera.
Jepang kata Basuki juga ingin membantu Indonesia dalam menyelesaikan pembangunan MRT Timur- Barat, pembangunan pulau terluar dan terpencil, sistem pengolahan air limbah dan pengembangan Masela.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Saat Mega Proyek Malaysia dengan China Kacau, Mega Proyek Indonesia Malah Lancar Jaya.
(*)