Find Us On Social Media :

Raja-raja Nusantara Menjulukinya Tanah di Bawah Angin, Ini Harta Karun yang Tersimpan di Natuna Hingga Buat Tiongkok Tergila-gila, Pernah Jadi Singapura-nya Indonesia

Wisatawan menikmati suasana di kawasan wisata Batu Sindu, Ranai, Natuna, Kepulaua Riau, Jumat, 11 Oktober 2019. Natuna merupakan lokasi wisata yang telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional.

 

Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade

Gridhot.ID - Alam dan perairan Nusantara dikenal di mata dunia dengan keberlimpahan sumber daya alamnya.

Wilayah teritorial perairan Indonesia yang luas mendukung hasil perekonomian negara dari hasil lautnya.

Namun, terkadang masih terdapat masalah-masalah yang mengganggu hingga merugikan Indonesia.

Baca Juga: Panen Hujatan Netizen, Dirut PT KAI Kepergok Duduk di Kursi Singgasana Bak Raja, Genangan Banjir Hanya Semata Kaki, Seolah Jijik Takut Basah Saat Kunjungan Kerja

Salah satunya adalah masuknya kapal-kapal asing secara ilegal untuk mencuri hasil laut Indonesia.

Kasus terakhir yang ramai diberitakan adalah permasalahan Kapal dari Tiongkok kepergok menangkap ikan secara ilegal di wilayah ZEE Indonesia di laut Natuna Utara.

Melansir dari Kontan.co.id, Pelanggaran ini pun membuat pemerintah Indonesia menyampaikan protes ​keras kepada China atas pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard Tiongkok di perairan Natuna sekaligus pelanggaran zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Baca Juga: Disiram Air Comberan oleh Warga, Seorang Gadis di Pekanbaru Tetap Asik Joget di Pinggir Jalan, Videonya Viral hingga Berujung Diciduk Serse Narkoba Bersama Pacarnya

Kementerian Luar Negeri telah mengambil tindakan tegas untuk memanggil Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok di Jakarta.

Laporan Kemenlu pun akan disampaikan oleh Dubes China ke Beijing.

Namun demikian, Dikutip Gridhot.ID dari BBC, Kementerian Luar Negeri China membantah bahwa kapal-kapalnya telah memasuki wilayah perairan Indonesia di Natuna.

Dikatakannya kapal nelayan dari negara itu menangkap ikan di tempat yang sudah biasa dikunjungi nelayan-nelayannya.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, kembali menegaskan penolakannya atas klaim historis China di zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang terletak dekat perairan Kepulauan Natuna, Provinsi Riau.

Baca Juga: Siap Terbangkan Pesawat Cassa untuk Kendalikan Banjir Jabodetabek, BNPB Bentuk Tim dengan BPPT dan Mabes TNI, Luncurkan Teknologi Modifikasi Cuaca Penyerap Awan

Pemerintah China, melalui juru bicara Kemenlu Geng Shuang, juga kembali meneguhkan bahwa negara itu memiliki hak historis di Laut China Selatan.

Sementara itu, China mempunyai hak historis di Laut China Selatan.

Para nelayan China sudah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan-perairan terkait di dekat Kepulauan Nansha, yang selama ini legal dan absah.

Adapun di wilayah Laut China Selatan, terjadi klaim tumpang tindih antara negara-negara di Asia Tenggara yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, dan juga China serta Taiwan.

Baca Juga: Sempat Dikabarkan Tewas, Pria 85 Tahun Ini Berhasil Selamat dari Kepungan Banjir, 13 Jam Bertahan Terjepit Kasur dan Plafon Rumahnya

Indonesia yang secara pengakuan dari PBB memiliki kedaulatan atas wilayah kepulauan Natuna yang berada di lingkup Laut Cina Selatan senantiasa dipertahankan Indonesia dengan pasukan TNI AL.

Lalu apa sebenarnya yang membuat Kepulauan Natuna menjadi seperti sebuah harta karun yang diperebutkan beberapa negara lingkup Laut Cina Selatan?

Gridhot.ID telah merangkum beberapa Fakta menarik soal kepulauan natuna.

1. Pernah hampir di klaim China

Sejak berakhirnya Perang Dunia II setelah Jepang kalah, Pemerintah Tiongkok merasa berhak atas kepemilikan pulau Spratley dan Paracel.

Tapi kedua gugus kepulauan itu juga diklaim oleh Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia.

Hal tersebut kemudian menjadi sengketa laut selama bertahun-tahun hingga saat ini masih belum menemui titik temu kesepakatan antara negara-negara yang bertikai.

Melansir dari TribunBali.com, kabar terakhir Tiongkok sudah memasang sistem rudal anti kapal perang di kepulauan Spratley.

Pemerintah Tiongkok kemudian mengeluarkan garis batas laut yang dinamai 'Ten Dash Line' untuk mengklaim wilayah kepemilikannya di Laut China Selatan yang menyerobot teritori laut milik Vietnam, Filipina dan Malaysia. Walaupun Indonesia tidak dirugikan atas klaim Tiongkok menggunakan Ten Dash Line karena tidak ada wilayah lautnya yang dicaplok, namun pemerintah Indonesia tetap waspada.

Hal ini lantaran tinggal sedikit lagi Ten Dash Line yang berbentuk seperti lidah itu 'menjilat' pulau terdepan bagian utara Indonesia, Natuna.

Cadangan minyak dan gas alam lepas pantai Laut China Selatan disebut berada dalam jumlah yang sangat besar disana.

Dengan adanya kekayaan alam seperti itu maka tak heran banyak negara yang tergiur untuk segera mengeksplorasi Laut China Selatan.

Baca Juga: Tertidur Lelap Berselimut Kain, Bayi Baru Lahir Ini Selamat dari Banjir Berkat Gendongan Anggota Korem, Pasukan TNI Sampai Lakukan Aksi Estafet Saat Evakuasi Sang Bocah

2. Dijadikan pangkalan Militer Indonesia

Mau tak mau Natuna kini dijadikan pangkalan militer oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Anggaran pertahanan Indonesia yang semakin meningkat setiap periodenya berimbas pada penguatan batas negara terluar termasuk di Natuna.

Setelah pembangunan infrastruktur macam pelebaran dermaga, pembangunan landasan pacu, hanggar dan barak prajurit selesai maka isian 'alat penggebuk' pun mulai disuntikkan ke Natuna.

Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang ditempatkan di Natuna pun tak main-main.

Di sana disiagakan tiga kapal perang ukuran besar sekelas Fregat dan Korvet untuk melakukan patroli di Laut China Selatan.

Ini berarti bakal ada Fregat Ahmad Yani Class dan Diponegoro Class milik TNI AL yang akan siaga disana.

Perkuatan Natuna dimaksudkan sebagai unsur penangkal dengan jargon 'gebuk duluan sebelum masuk' dalam artian cegah dulu jauh diluar sebelum masuk ke teritori Indonesia.

Baca Juga: Tanpa Mogok Terjang Tingginya Banjir Bak Belah Lautan, Angkot Panther Tua Ini Curi Perhatian Warga, Ternyata Ini Rahasianya

3. Menyimpan nilai historis Nusantara

Alasan lain Indonesia mempertahankan Natuna adalah karena pulau ini menyimpan sejarah besar nusantara.

Melansir dari Nationalgeograpich.grid.id, dahulu kala, Natuna pernah menjadi pelabuhan penting di Asia Tenggara, bak Singapura pada masa kini.

"Natuna menjadi semacam pelabuhan transit perdagangan pada saat itu," kata Nanik Harkatiningsih, peneliti Pusat Arkeologi Nasional.

Bahkan Pada abad ke-13, kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara terang-terangan menyebut diri sebagai bagian dari kesatuan "Tanah di Bawah Angin".

Jalur perdagangan saat itu bukan hanya jalur sutra, melainkan juga jalur rempah.

Jalur itu menghubungkan wilayah dunia lain ke Nusantara.

Baca Juga: Dua Tahun Sebelum Kanker Gerogoti Tubuhnya, Almarhum Sutopo Purwo Nugroho Sudah Prediksi Banjir Jakarta 2020, Netizen: Pesannya Tak Diindahkan Gubernur!

4. Menyimpan artefak-artefak bersejarah

fungsi Natuna sebagai pelabuhan transit bisa diketahui dari sejumlah artefak maritim yang ditemukan di perairan sekitar wilayah tersebut.

Bersama tim arkeolog Arkenas, Nanik meneliti kapal-kapal karam di perairan sekitar Natuna. Dia menemukan keramik-keramik dan jejak perdagangan rempah-rempah.

"Banyak sekali ternyata keramik-keramiknya," ungkap Nanik.

Keramik yang ditemukan berasal dari Tiongkok, Indonesia, dan Jepang. Keramik yang ditemukan menjadi bukti aktivitas perdagangan saat itu.

Nanik menambahkan, para pedagang singgah di Natuna tidak hanya untuk beristirahat, tetapi juga mencari komoditas rempah penting andalan wilayah itu.

"Saat itu, Natuna terkenal dengan pala dan gaharu. Gaharu menjadi komoditas andalan Natuna saat itu," kata Nanik.

Temuan kapal karam dan keramik di Natuna sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia sudah punya peran penting dalam perdagangan global sejak abad ke-8.

Baca Juga: Coreng Nama Indonesia, Turis WNI Ini Bikin Malu Seantero Negeri, Gara-gara Selfi Bikin Kereta Cepat Japang Terlambat Pergi, Panen Hujatan Hingga KBRI Tokyo Sampai Beri Himbauan

5. Sudah ditegaskan Natuna milik Indonesia

Melansir dari Nationalgeographic.grid.id, pada tahun 2012, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi telah

menggarisbawahi kembali bahwa kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna sudah sangat jelas.

"Saya ingin menekankan bahwa kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna sudah sangat jelas.Pulau-pulau terluar pada Gugusan Natuna yang dijadikan titik dasar terluar wilayah Indonesia, telah ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957. Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982, titik dasar ini telah didaftarkan di PBB tahun 2009," lanjutnya.

Retno juga menjelaskan meskipun berdasarkan garis pangkal terluar itu Indonesia memiliki tumpang tindih landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Malaysia dan Vietnam, tetapi lanjut Retno batas kontinen dengan kedua negara tersebut telah diselesaikan. Hanya batas ZEE masih dirundingkan.

Baca Juga: Arus Deras Banjir Runtuhkan Tembok Bangunan, 2 Orang Warga yang Melintas Berhasil Lolos dari Maut, Hanya Terpaut Seper Sekian Detik Nyawanya Hampir Melayang

6. Indonesia anggarkan dana 450 Miliar untuk pertahankan Natuna

Pada tahun 2012, DPR telah menyetujui alokasi anggaran sebesar 450 miliar rupiah untuk memperkuat pangkalan militer TNI di Pulau Natuna, Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Laut China Selatan. TNI dinilai tidak saja harus memiliki pangkalan militer yang memadai di Pulau Natuna, tetapi juga personil dan alat utama sistem persenjataan atau alutsista.

"Natuna itu adalah wilayah yang paling jauh dan paling terluar sehingga misalkan terjadi apa-apa itu memakan waktu. Jadi dalam rangka penguatan wilayah itu sendiri apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, disitu dibutuhkan penguatan-penguatan misalkan penambahan prajurit, pembuatan fasilitas dan infrastruktur seperti pangkalan dan sebagainya. Jadi muaranya lebih pada penguatan diri dari kejadian yang tidak kita inginkan," kata Tantowi Yahya yang saat itu jabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR.(*)