Gridhot.ID - Aksi teror Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sudah ada sejak tahun 1967.
Pemerintah pun mengirimkan pasukan elite Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus) untuk meredam aksi KKB Papua.
Sintong Panjaitan pun termasuk salah satu prajurit yang ikut kala itu.
Melansir dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komandokarya Hendro Subroto, 13 Maret 1969, Sintong Panjaitan mendapat perintah untuk mencegah banyaknya warga Papua yang lari masuk hutan.
Mereka lari ke hutan akibat hasutan dari KKB Papua sebagai langkah untuk menggagalkan Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera.
Awalnya, pencegahan dilakukan dengan cara penghadangan pada jalur keluar menuju hutan.
Sintong Panjaitan menilai, kunci pencegahan harus dicari, sehingga dengan sendirinya mereka tidak mau masuk hutan.
Kunci pencegahan itu berupa shock therapy.
Menurut analisis Sintong Panjaitan, akibat kesulitan mendapat makanan di hutan, para warga yang lari ke hutan akan berkumpul di suatu tempat.
Maka mereka tetap dibiarkan lari masuk hutan.
Pada 25 Maret 1969 terdapat laporan sekitar 80 pelajar yang lari ke hutan, berkumpul di suatu tempat di tepi sungai Pami.
Pada pukul 01.00 hari berikutnya, patroli Prayudha 3 melakukan penyergapan dan menembak mati tiga anggota KKB Papua.
Mayat mereka dibiarkan tergeletak di tempat yang terbuka, sehingga banyak orang yang melihatnya.
Bersamaan dengan kejadian itu, Prayudha 3 menyebarkan desas-desus yang menyebutkan kalau mereka tidak menyerah, akan ditindak lebih keras lagi.
Sebagai hasil shock therapy itu, dalam waktu empat hari sebanyak 83 orang yang gabung ke KKB Papua menyerah kepada Prayudha 3.
Selain itu ada pula di antara mereka yang menyerahkan diri kepada Kodim dan polisi setempat.
Di samping itu, meski berkali-kali digempur oleh RPKAD, aksi teror KKB Papua masih saja terjadi.
Hingga akhirnya, KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan benar-benar padam setelah Sarwo Edhie Wibowo turun tangan.
Dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto, kisah penyerahan diri pimpinan KKB Papua ini berawal saat Sarwo Edhie Wibowo menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).
Sarwo Edhie Wibowo saat itu mau tak mau harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.
Dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.
Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.
"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur."
"Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi," kata Sarwo Edhie Wibowo.
Untuk menghindari terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak, Sarwo Edhie Wibowo memerintahkan melakukan penyebaran puluhan ribu pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.
Sarwo Edhie Wibowo kemudian memberi tugas kepada perwira RPKAD Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky untuk menemui pimpinan KKB Papua yang bernama Lodewijk Mandatjan.
Tujuannya adalah membujuk agar Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.
Tanpa membawa senjata, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua itu.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD. Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."
Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.
Mandatjan beserta keluarga dan anak buahnya pun diantar turun ke Manokwari.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Sintong Panjaitan berkata: "Bapak saya jamin, saya akan melindungi bapak dengan keluarga"
Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan, RPKAD tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB Papua lainnya.
Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak.
Demikian beragam strategi RPKAD kala itu untuk menumpas KKB Papua.
Mulai dari strategi ektrim Sintong Panjaitan hingga cara damai mertua Susilo Bambang Yudhoyono, Sarwo Edhie Wibowo.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul: "3 Anggota KKB Papua Tewas Dibiarkan Tergeletak, Strategi Sintong Panjaitan Cegah Warga Gabung OPM."
(*)