Find Us On Social Media :

Nego dengan Pihak Luar, Menristek Ogah Indonesia Cuma Dijadikan Tempat Uji, Tak Mau Sekedar Beli, Vaksin Harus Diproduksi Sendiri

Dunia Berlomba Temukan Vaksin Corona, Indonesia Tegas Tak Mau Jadi Tempat Uji Klinis

Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari

Gridhot.ID - Pandemi global virus corona belum menunjukkan titik terang.

Hingga kini para ilmuwan dari berbagai negara masih berkutat untuk menemukan vaksin covid-19 ini.

Melansir Kompas.com, Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) berencana mengeluarkan pedoman tentang penggunaan uji coba vaksin tersebut pada manusia.

Baca Juga: 'Kita Harus Hidup Berdamai dengan Covid-19 Sampai Vaksin Ditemukan'

Rencananya, pedoman tersebut akan dikeluarkan pada bulan ini, seperti dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Senin (4/5/2020).

Juru bicara WHO, Margaret Harris, mengatakan badan kesehatan PBB berencana mengeluarkan pedoman tentang penggunaan manusia dalam uji coba vaksin dalam beberapa minggu ke depan.

Tekanan terhadap upaya pengembangan vaksin untuk penyakit Covid-19 ini semakin meningkat.

Baca Juga: Gubernur Bank Indonesia Punya Kabar Baik di Tengah Wabah Corona, di Balik Rencana Amerika Cari Hutang Besar-besaran, Dollar Bakal Melemah, Rupiah Kembali Kuat

Oleh karenanya, beberapa ilmuwan dan aktivis mengadvokasi penggunaan human challenge trials (HCT).

Para sukarelawan berusia muda dalam uji coba ini, dengan sengaja diinfeksi virus untuk menguji kemanjuran kandidat vaksin yang dikembangkan.

Uji coba ini diklaim akan mempercepat pengembangan vaksin virus corona, namun implikasi etis dan medis dari penggunaan metode ini masih dikhawatirkan.

Dilansir dari Antara, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang PS Brodjonegoro, mengatakan jika bekerja sama dengan pihak luar dalam pengembangan vaksin COVID-19, Indonesia tidak ingin hanya menjadi tempat uji klinis.

Baca Juga: Mancing Mania! Amerika Sengaja Panas-panasi Taiwan Agar Ikutan Rapat WHO, Sengaja Buat China Murka

"Sudah ada beberapa pihak dari luar yang ingin bersama-sama mengembangkan vaksin yang ada sudah menawarkan untuk uji klinis misalkan, namun tentunya kita tidak ingin hanya sekedar menjadi tempat uji klinis.

Tapi kita sedang bernegosiasi agar para peneliti kita itu juga mempunyai kapasitas untuk bisa melahirkan prototipe dari vaksinnya, terutama protototipe yang menggunakan virus yang beredar di Indonesia," kata Menristek Bambang dalam konferensi video di Jakarta, Jumat.

Menristek Bambang mengatakan Indonesia harus terlibat dalam pengembangan vaksin COVID-19 jika bekerja sama dengan pihak luar.

Baca Juga: Bukannya Tenang Belajar di Rumah Selama Corona, Puluhan Siswa di Gunungkidul Justru Harus Kerjakan Tugas di Atas Gunung, Sinyal Ngadat Buat Mereka Rela Berjuang Demi Nilai

Menurut Bambang, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang menjadi koordinator dalam pengembangan vaksin di Indonesia telah mendapat sejumlah tawaran kerja sama dari produsen vaksin luar negeri.

Produsen tersebut mengklaim mereka sudah di tahap uji klinis.

"Tapi kan tentunya pertama kita juga harus punya kemampuan untuk belajar membuat vaksin. Paling tidak sampai prototipenya yang kemudian nanti diproduksi. Kita masih meminta kalau mereka mau 'clinical trial' (uji klinis) di Indonesia, kita ingin pengembangannya bersama," ujarnya.

Menristek Bambang menuturkan jika ada suatu negara yang berhasil menemukan vaksin sebelum Indonesia menciptakan vaksinnya sendiri, yang paling penting adalah Indonesia tidak semata-mata menjadi pembeli vaksin itu.

Baca Juga: Suruh Jokowi Beli Obat Corona dari Amerika, Hotman Paris: Ayo Pak, Saya Mau Dansa ke Bali!

Tapi vaksin itu harus bisa diproduksi Indonesia melalui PT Biofarma, sehingga tidak menyebabkan ketergantungan pada pihak luar dalam memperbanyak vaksin sesuai kebutuhan dalam negeri.

"Strategi terbaik adalah kalau vaksin itu sudah ditemukan ya mau tidak mau kita harus membeli vaksin yang siap diproduksi. Tapi produksinya harus bisa dilakukan di Indonesia supaya kita bebas, kita mau produksi berapa sesuai dengan kebutuhan kita.

Tapi jangan sampai kita 'membeli begitu saja begitu saja'. Karena 'membeli begitu saja' riskan, kita mungkin tidak bisa mendapatkan apa yang kita butuhkan," tuturnya.

Baca Juga: Teori Konspirasi Virus Corona Semakin Ramai Dibahas, Najwa Shihab Tak Habis Pikir dengan Pola Pikir Masyarakat, Nadiem Makarim: Harus Ada yang Disalahkan, Iya Kan?

Menristek Bambang mengatakan kemungkinan paling cepat pengembangan vaksin dalam jangka waktu satu tahun.

Tahapan yang kemungkinan besar membutuhkan waktu yang lama adalah pengujian efektivitas dan keamanan vaksin sampai dinyatakan vaksin tersebut aman bagi orang dan efektif menangkal COVID-19.

"Yang susah itu adalah ketika sudah masuk justru fase 'clinical trial' (uji klinis), karena karakter manusianya, karakter virusnya itu yang membuat waktu dari uji klinisnya menjadi tidak pasti, bisa mungkin cepat sekali,tapi bisa juga panjang sekali bisa sampai tahunan," tuturnya.

Baca Juga: Jangan Sombong Berhasil Mudik Sembunyi-sembunyi, Pemprov DKI Bakal Batasi Warga Masuk Jakarta Meski Corona Telah Hilang, Anies Baswedan Jelaskan Strateginya

Sebenarnya, kata Bambang, masalah besar dalam pengembangan vaksin lebih kepada tahapan pengujian kandidat vaksin di hewan, lalu dilanjutkan pengujian pada manusia, sampai pengujian itu membuahkan hasil yang memuaskan.

Sambil menunggu vaksin dikembangkan, dia berharap ditemukannya obat-obatan yang cocok untuk mengurangi beban penderita COVID-19 di Indonesia.

Baca Juga: Kelamaan Belajar di Rumah, Gadis Kecil Ini Nangis Histeris di Depan Gerbang Sekolah dalam Gelapnya Malam, Sang Ayah: Saya Sampai Bingung Menjelaskan Corona Kepada Dia

Obat-obat itu tidak harus bersifat penemuan baru, tapi bisa memanfaatkan obat yang sudah ada dan yang sudah diujicobakan di berbagai negara dan efektif membantu mengurangi derita pasien COVID-19. (*)