Find Us On Social Media :

Minta Negara-negara di Dunia Tak Menyerah Perangi Virus Corona, WHO: Ini Masih Jauh Akan Berakhirnya Pandemi

Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandemi global

Gridhot.ID - Pandemi global virus corona hingga kini masih menjadi momok yang mengerikan bagi masyarakat dunia.

Pasalnya, virus yang berasal dari Wuhan, China ini kini telah menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia.

Tak hanya itu saja, jutaan orang telah dinyatakan terpapar virus ini dan membuat ratusan ribu di antaranya meninggal dunia.

Baca Juga: Lagi Kualahan Perangi Corona, Masyarakat Kongo Tambah Dihantui Virus Ebola yang Muncul Kembali, WHO: Covid-19 Bukan Satu-satunya Ancaman

Tak ada satupun orang yang tahu pasti kapan virus ini akan musnah dari bumi.

Bahkan, sudah berbulan-bulan pandemi corona menyerang dunia, tak ada sama sekali tanda akan berakhir, justru kasus positif semakin hari semakin meroket.

Mengutip dari Tribun-Medan.com, Organisasi KesehatanDunia (WHO) menyebut kasus baru Covid-19 mengalami peningkatan harian terbesarnya ketika pandemi corona memburuk secara global dan belum mencapai puncaknya di Amerika tengah.

Baca Juga: Sokongan Dana 450 Juta Dolar Pertahun Bakal Berhenti, WHO Kalem-kalem Aja Ditinggal Kontributor Terbesarnya, Kenapa?

WHO mendesak negara-negara untuk melanjutkan upaya-upaya penanggulangan virus.

"Lebih dari enam bulan, ini bukan saatnya bagi negara manapun untuk menghentikan upaya penanggulangan virus corona," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Jenewa, Senin (09/06).

Menurutnya, lebih dari 136 ribu kasus baru dilaporkan di seluruh dunia pada Minggu, paling banyak dalam satu hari sejauh ini. Hampir 75 persen dari kasus Covid-19 dilaporkan dari 10 negara, sebagian besar di Amerika dan Asia Selatan.

Ahli kegawatdaruratan terkemuka dari WHO Dr Mike Ryan, mengatakan "Kita perlu fokus sekarang pada apa yang kita lakukan hari ini untuk mencegah puncak gelombang ke dua.

"Ryan juga mengatakan infeksi di negara-negara Amerika tengah termasuk Guatemala masih meningkat, dan mereka adalah epidemi kompleks.

Baca Juga: Ngerasa Jengkel Sudah Dikibuli, Donald Trump Beri Ancaman Sekaligus Putus Ikatan dengan WHO: Dunia Perlu Jawaban Soal Virus dari China, Kita harus Transparan!

"Saya pikir ini adalah saat yang sangat memprihatinkan," katanya seraya menyerukan kepemimpinan pemerintah yang kuat dan dukungan internasional untuk kawasan itu. Brasil saat ini menjadi wilayah tertinggi kasus Covid-19, jumlah kasus terkonfirmasi kedua terbanyak, setelah Amerika Serikat, dan jumlah kematian pekan lalu melampaui Italia.

Setelah mengeluarkan angka kumulatif untuk kematian akibat virus corona di Brasil, Departemen Kesehatan menebarkan kebingungan dan kontroversi lebih lanjut dengan merilis dua model angka yang saling bertentangan untuk penghitungan terbaru kasus infeksi dan kematian.

Ryan mengatakan data Brasil "sangat rinci" sejauh ini tetapi menekankan pentingnya bagi Brasil untuk memahami di mana virus itu dan bagaimana mengelola risiko. Maria van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO, mengatakan pendekatan komprehensif sangatpenting di Amerika Selatan.

Baca Juga: Cuma Nambah 7 Kasus, Australia Pede Total Negaranya Bakal Bebas Corona di Bulan Juli, Warganya Sudah Boleh Olahraga di Luar Lagi

Lebih dari 7 juta orang dilaporkan terinfeksi virus corona secara global dan lebihdari 400 ribu meninggal dunia.

"Ini masih jauh akan berakhirnya pandemi," kata van Kerkhove.Setidaknya setengah dari kasus virus corona yang baru ditemukan di Singapura tidak menunjukkan gejala, kata ketua gugus tugas.

Van Kerkhove mengatakan banyak negara yang melakukan pelacakan kontak telah mengidentifikasi kasus tanpa gejala tetapi tidak menemukan mereka menyebabkan penyebaran virus lebih lanjut.

Havard Medical School, London, menemukan fakta baru menyangkut virus corona di Wuhan, China. Menurut hasil penelitian Havard Medical School, Covid-19 kemungkinan telah menyebar di China paling awal sejak Agustus 2019.

Penelitian itu didasari citra satelit menyangkut pola kunjungan ke rumah sakit dan data mesin pencarian di dunia maya. Kajian itu mengolah informasi dari kunjungan pasien sebagaimana terlihat dari sejumlah halaman parkir rumahsakit di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Data itu didapat melalui citra satelit beresolusi tinggi. Sedang dua kata dari mesin pencari atau search engine yang jadi fokus penelusuran adalah "batuk" dan "diare".

Baca Juga: Bedah Jasad Pasien Virus Corona, Peneliti China Kaget Dapati Fakta Betapa Bahayanya Pengobatan Rekomendasi WHO Jika Digunakan Rutin, Organ-organ Tubuh Ini Ditemukan dalam Kondisi Rusak Parah

 

"Tingginya tingkat kunjungan orang ke rumah sakit dan pencarian data terkait gejala penyakit (Covid-19) di Wuhan telah lebih dulu terjadi dan terdokumentasikan sebelum kasus pertama SARS-CoV-2 diumumkan pada Desember 2019," menurut hasil kajian itu.

Ditambahkan, meskipun peneliti tidak dapat mengonfirmasi ada keterkaitan tingginya angka kunjungan dengan adanya virus baru, bukti-bukti yang terkumpul mendukung temuan kajian lainnya yaitu virus itu telah menyebar sebeluma danya temuan di Pasar Huanan Seafood.

"Temuan ini juga sejalan dengan hipotesis virus itu muncul secara alamiah di wilayah selatan China dan kemungkinan telah menyebar lebih dulu sebelum adanya klaster Wuhan," demikian ditunjukkan dari hasil penelitian tersebut.

Baca Juga: WHO Sudah Koar-koar Virus Corona Tak Bakal Hilang dari Dunia Ini, Mau Vaksin ataupun Obat Ditemukan Tak Bisa Lagi Dilenyapkan, Ini Alasannya

 

Kajian itu menunjukkan adanya peningkatan kendaraan yang terparkir di rumah sakit padaAgustus 2019.

"Pada Agustus, kami mengidentifikasi kenaikan tidak wajar pada pencarian laman mengenaidiare. Pencarian itu tidak ditemukan saat musim flu sebelumnya atau tercermin dalam data pencarian tentang batuk," bunyi kajian dari Harvard.

Artikel ini telah tayang di Nova dengan judul Kabar Buruk, WHO Minta Negara-Negara untuk Tak Menyerah Lantaran Pandemi Corona Masih Jauh dari Akhir, Ada Apa? (*)