Jadi Trend di Tengah Pandemi, Jakarta Dipenuhi Orang-orang Hobi Gowes, Praktisi Kesehatan Jelaskan Etika Baik Saat Bersepeda

Jumat, 12 Juni 2020 | 09:13
KIRAM/HAI

Turis Asing Bersepeda di Gili Trawangan

Gridhot.ID-Selama pandemi Covid-19, bersepeda jadi olahraga yang lagi tren di masyarakat. Namun, tren bersepeda kadang kala justru bikin pengendara lain ngerasa nggak nyaman. Pasalnya, para pesepeda itu gowes di jalan raya secara berjajar, sehingga menuhi badan jalan.

Terkait dengan hal itu, praktisi kesehatan masyarakat sekaligus pesepeda aktif, Endri Budiawanngasih tanggapannya.

Menurut Endri, ramenya pesepeda yang penuhi jalan ini cuman fenomena sesekali aja. Sebab, saat ini semua orang udah jalani sebagian aktivitas di rumah, sehingga ada keinginan dari mereka untuk ngelakuin kegiatan di luar rumah.

Baca Juga: Coreng Nama Baik Institusi Polri, Oknum Polisi Penyiram Air Keras Pada Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Begini Kata JPU

Satu di antara yang dipilih adalah dengan bersepeda. Disebabkan karena hal itu,kemudian terjadi konflik dengan sesama pesepeda dan pengguna jalan lain.

"Sebagian penyebabnya karena banyak yang baru bersepeda sehingga nggak terlalu paham etika yang baik."

"Sebagian lagi penyebabnya karena jalanan kota tidak didesain untuk pesepeda sehingga terjadi konflik antar pesepeda dengan pengguna jalan yang lain," jelas Endri kepadaTribunnews.com, Kamis (11/6/2020).

Baca Juga: Terbongkar di Persidangan, Suaminya Berpangkat Kombes, Ibu Bhayangkari yang Tak Terima Ditagih Hutang Rp 70 Juta Pakai Uang untuk Beli Tas Channel Istri Petinggi Mabes Polri, Siapa?

Dokter lulusan Universitas Padjajaranini mengatakan, tren bersepeda seharusnya dijadiin momentum pemerintah setempat untuk perbaiki infrastruktur kenyamanan bersepeda sebagai opsi transportasi, terutama sebagai pengganti transportasi umum.

Misalnya, dengan memasangcone blockuntuk jalur sepeda.

Hal lain yang bisa dilakukan menurut Endri, adalah dengan membuat batasan kecepatan di beberapa ruas jalan yang ramai, seperti dengan membuat 'polisi tidur'.

"Jalanan di kota-kota maju biasanya membatasi kecepatan kendaraan di dalam kota pada rentang 30-40 kpj," ucap dia.

Endri juga menilai, bersepeda sebagai sarana hiburan bagi masyarakat, setelah mereka berdiam diri di rumah selama berbulan-bulan.

Baca Juga: Syahrini Bawa 2 Video untuk Jadi Bukti, Lia Ladysta Ditanya Penyidik Soal Kronologi, Mantan Personil Trio Macan Yakin Tak Bersalah

Menurut Endri, untuk tetap mempertahankan tren bersepeda perlu campur tangan pemerintah kota dalam menyediakan sarana infrastruktur. Infrastruktur yang dimaksud Endri, misalnya terkait sama jalur sepeda yang aman, tempat parkir yang memadai di perkantoran serta pusat perbelanjaan.

Sehingga sepeda nggak cuman digunakan untuk olahraga tapi juga bisa digunain sebagai sarana transportasi pribadi.

"Kalau pemerintah kota abai dengan nggak perbaiki infrastruktur kenyamanan bersepeda, tren ini mungkin cuman bakalan sesaat aja dan sepeda nggak lagi digunakan untuk keperluan transportasi," terangnya.

Baca Juga: Curigai Jaringan 5G Tiongkok Tidak Aman, NATO Peringatkan Negara Barat untuk Hati-hati, Stoltenberg: China Semakin Dekat dengan Kita

"Misalnya pesepeda saat car free day Jakarta selalu ramai memenuhi jalan yang sangat lebar seperti Jalan Thamrin dan Sudirman."

"Namun yang menggunakan sepeda untuk keperluan transportasi masih sangat sedikit karena infrastruktur bersepeda masih sangat minim," terangnya. Lalu apa saja etika bersepeda yang harus diterapkan oleh para pesepeda supaya nggak ganggu pengendara yang lain?

1. Pake helm.

2. Taat peraturan lalu lintas kalo di jalan raya.

3. Pake lajur paling kiri.

4. Kalo bersepeda berkelompok, harus bikin barisan memanjang.

Supaya nggak menuhin badan jalan, intinya berbagi jalan dengan pengguna jalan yang lain.(*)

Artikel ini telah tayang diTribunnews.comdengan judul "Marak Pesepeda Penuhi Jalan, Begini Etika yang Baik Saat Gowes Agar Tak Ganggu Pengguna Jalan Lain"

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber Tribunnews.com