Gridhot.ID - China memang tak berhentinya membuat ulah.
Banyak negara sampai berkonflik keras dengan negeri tersebut.
Salah satunya yang sedang panas adalah India.
Namun di tengah situasi tegang dengan India di dataran tinggi Himalaya hingga tewaskan 20 tentara India, China kembali berulah.
Bahkan dirinya Kali ini wilayah Jepang jadi sasaran untuk direbut oleh China beberapa waktu ini.
Kepulauan tak berpenghuni yang diberi nama Senkaku dan Diaoyus memang menjadi sengketa sejak lama oleh kedua negara tersebut.
Meski Jepang telah mengelola kepulauan Senkaku sejak 1972, tapi kini China mulai bergerak dengan melabuhkan 4 kapalnya di gugusan pulau tersebut.
Ketegangan di pulau yang berjarak sekitar 1.900 kilometer dari Tokyo, Jepang itu kini semakin panas setelah beberapa tahun bersitegang.
Kedua negara besar di Benua Asia ini pun kini dalam situasi sama kuat untuk merebutkan kepulauan tersebut.
Bahkan konflik di kepulauan Senkaku atau Diaoyus itu kini dapat memicu ketegangan lebih besar dengan melibatkan militer Amerika Serikat (AS).
Hal itu tak lain karena antara Jepang dan AS memiliki perjanjian bersama mengenai pertahanan negara.
Salah satunya adalah jika wilayah Jepang diserang oleh kekuatan asing, maka AS tak akan tinggal diam.
Menanggapi ulah China yang dilakukan hampir setiap hari di wilayah perairan dekat pulau Senkaku sejak pertengahan April 2020 tersebut, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga angkat bicara.
Ia menegaskan bahwa kepulauan Senkaku atau yang disebut China sebagai Pulau Diaoyu itu masuk dalam wilayah kedaulatan Jepang.
"Tidak diragukan lagi wilayah kami secara historis dan hukum internasional. Sangat serius bahwa kegiatan ini berlanjut. Kami akan menanggapi pihak China dengan tegas dan tenang," kata Suga, dikutip dari CNN.
Tak ingin kalah, pada Jumat (19/6/2020), Kementerian Luar Negeri China menentang keras apa yang dikatakan oleh Yoshihide Suga tersebut.
"Pulau Diaoyu dan pulau-pulau afiliasinya adalah bagian yang melekat dari wilayah China, dan itu adalah hak kami untuk melakukan patroli dan kegiatan penegakan hukum di perairan ini."
Bahkan salah satu koran, Global Times yang dikelola oleh Pemerintah China memuat laporan yang berjudul "Konservatif Jepang mengganggu pemulihan hubungan China-Jepang dengan menyulut sengketa Kepulauan Diaoyu."
Laporan itu mengkritik upaya yang sedang berlangsung di prefektur Okinawa Jepang untuk mengubah administrasi kepulauan tersebut.
Hal itu menurut Global Times bisa membuat hubungan baik kedua negara akan retak dan tak memungkiri akan terjadi pertempuran.
Melansir dari Asahi Shimbun, Jepang kini tengah mengupayakan pemisahan pulau-pulau dari bagian pulau Ishigaki yang padat untuk merampingkan praktik administrasi.
Hal itu termasuk dengan kepulauan Senkaku yang dengan tegas disebut sebagai bagian dari wilayah Jepang dalam Resolusi Dewan Kota Ishigaki.
"Mengubah penunjukan administrasi pada saat ini hanya dapat membuat perselisihan lebih rumit dan membawa lebih banyak risiko krisis," kata Li Haidong, seorang profesor di Institut Hubungan Internasional Universitas Hubungan Luar Negeri China kepada Global Times.
Memang krisis kedua negara mengenai sengketa kepulauan tersebut pernah terjadi sebelumnya termasuk tahun 2012 silam.
Saat itu, Jepang menasionalisasi pulau-pulau yang dimiliki secara pribadi untuk menangkal penjualan yang direncanakan gubernur Tokyo saat itu, seorang nasionalis garis keras yang dilaporkan berharap untuk mengembangkan pulau-pulau tersebut.
Rencana Jepang itu memicu protes jalanan besar dan sangat tidak biasa di seluruh China, di tengah gelombang sentimen nasionalis.
Demonstrasi berubah menjadi kekerasan ketika pengunjuk rasa melemparkan puing-puing ke Kedutaan Besar Jepang di Beijing, menggeledah toko-toko dan restoran-restoran Jepang dan menjungkirbalikkan mobil-mobil Jepang.
Sedang China mengklaim sejak tahun 1400-an, kepulauan tersebut sudah menjadi wilayah Tiongkok sebagai titik singgah bagi nelayan saat melaut.
Namun, Jepang tidak melihat jejak kontrol China atas pulau-pulau dalam survei 1885, sehingga secara resmi kepulauan tersebut sebagai wilayah berdaulat Jepang pada tahun 1895.
Sekelompok pemukim memproduksi ikan kering dan mengumpulkan bulu, dengan pulau-pulau yang memiliki lebih dari 200 penduduk pada satu titik, menurut Kementerian Luar Negeri Jepang.
Jepang kemudian menjual pulau-pulau itu pada tahun 1932 kepada keturunan para pendatang asli, tetapi pulau-pulau itu akhirnya ditinggalkan.
Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia II pada tahun 1945, pulau-pulau itu dikelola oleh pasukan pendudukan AS setelah perang.
Tetapi pada tahun 1972, Washington mengembalikan ke Jepang sebagai bagian dari penarikan pasukan dari Okinawa.
Taiwan yang dianggap China sebagai provinsi Cina, juga mengklaim kepemilikan kepulauan tersebut.
Pertahanan di Senkaku/Diaoyus telah menjadi prioritas Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF) dalam beberapa tahun terakhir.
Dewan Hubungan Luar Negeri mencatat, Jepang telah mendirikan pangkalan militer baru di dekatnya untuk melindungi pulau-pulau itu, JSDF juga telah membangun marinirnya.
Meski tak berpenghuni, CFR mengungkap bahwa kepulauan tersebu memiliki cadangan minyak dan gas alam yang cukup potensial.
Termasuk dengan rute pelayaran yang terkenal serta dikelilingi wilayah penangkapan ikan yang kaya membuat daerah tersebut jadi rebutan.
William Choong, seorang partnet senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura mengatakan bahwa kini wilayah Laut China Selatan jadi salah satu daerah yang sedang panas.
"Dibandingkan dengan titik nyala lainnya di wilayah ini - Laut China Selatan, Taiwan, dan program senjata Korea Utara - Laut China Timur menggabungkan campuran yang unik dan mudah terbakar dari sejarah, kehormatan dan wilayah," tulis Choong di The Interpreter.
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul China Kembali Berulah, Tiongkok Rebut Kepulauan Ini yang Disebutnya Telah Jadi Hak Milik Sejak Tahun 1400, Jepang: Kami Akan Menganggapi Dengan Tegas dan Tenang!
(*)