Mereka mencoba menarik pulang kapal nelayan tersebut agar bisa pulang ke Vietnam.
Kejadian penabrakan kapal nelayan Vietnam oleh pihak China ini adalah yang kedua kalinya terjadi di tahun ini.
Sebelumnya pada 2 April lalu, coast guard Tiongkok juga menenggelamkan kapal nelayan Vietnam.
Namun pada April tersebut, China berdalih yang menabrak pertama kali adalah kapal nelayan tersebut hingga akhirnya tenggelam.
Tindakan nekat yang dilakukan oleh China tersebut menyulut amarah bagi negara-negara ASEAN lainnya termasuk Indonesia.
Bahkan menurut negara-negara yang saling bertetangga itu, tindakan pelarangan menangkap ikan oleh China disebut sebagai tindakan sewenang-wenang.
Apa yang dilakukan oleh China adalah buntut dari deklarasi larangan memancing musim panas secara sepihak di Laut China Selatan.
Hal itu dilakukan selama beberapa tahun terakhir.
Menurut China, pelarangan tersebut bertujuan untuk memulihkan cadangan ikan di sekitar kepulauan Paracels.
Namun tindakan tersebut tidak memiliki yurisdiksi yang kuat serta tidak diakui secara hukum internasional atas lautan.
Oleh sebab itu negara-negara ASEAN mengabaikan deklarasi China tersebut dan tetap melakukan aktivitas melaut di Laut China Selatan.
Namun, Beijing secara umum belum memberlakukan larangan kapal berbendera asing.
Masalahnya adalah, area ini mencakup saluran air yang luas yang diakui oleh PBB sebagai milik Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Vietnam dan Filipina pada khususnya. Kedua negara kembali menolak klaim Beijing atas sumber daya mereka.
Namun tahun ini, Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Beijing menyatakan Coast Guard China akan terlibat dalam operasi Flashing Sword 2020 untuk menegakkan larangan tersebut.
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Kembali Tiongkok Tabrak Kapal Nelayan Vietnam dan Rampas Hasil Tangkapan di Laut China Selatan, Geram, Negara ASEAN Termasuk Indonesia Angkat Bicara!
(*)