Djoko Tjandra bersama sejumlah koleganya melawan hukum dengan mempercepat proses pencairan dana piutang Bank Bali di luar prosedur dan menyimpang dari surat keputusan bersama Bank Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tertanggal 6 Maret 1998.Negara rugi sekitar Rp 904 miliar akibat pencairan tagihan tanpa prosedur jelas dari BPPN ke Bank Bali.
Dana cair itu di antaranya mengalir ke Djoko Tjandra berkisar Rp 546 miliar dengan dalih kompensasi pengalihan tagihan dari Bank Bali.
Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan hampir setahun hingga Agustus 2000.
Namun, dari persidangan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim memutus dia bebas.
Setahun kemudian, Kejaksaan Agung mengajukan kasasi tapi hakim menolaknya.
Delapan tahun kemudian, Kejagung mengajukan PK ke MA dan dikabulkan pada 9 Juni 2009.
MA memvonis Djoko Tjandra bersalah dan dihukum dua tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp 15 juta. Selain itu, dia diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 546.466.166.369.
Namun, sehari sebelum hakim mengeluarkan putusan PK, rupanya Djoko Tjandra telah meninggalkan Indonesia ke Papua Nugini.
Dalam pelariannya atau masih pada bulan yang sama, Djoko Tjandra bisa mengajukan PK kembali atas putusan PK dari MA. Lagi, MA menolak PK itu.