Find Us On Social Media :

15 Tahun Tak Pulang Kampus Usai KKN, Mahasiswa IPB Ini Justru Pilih Melebur dengan Masyarakat Petani Desa dan Tinggalkan Bangku Kuliah, Lulus dan Dapat Gelar Insinyur Istimewa Tanpa Skripsi

Muhammad Kasim Arifin

Gridhot.ID - Ijazah memang penting bagi seorang mahasiswa.

Namun, bagi orang ini pengalaman hidup ternyata akan mengajarkan lebih banyak hal kehidupan.

Berbeda dengan kebanyakan mahasiswa yang berambisi menyelesaikan skripsi demi selembar ijazah, Muhammad Kasim Arifin yang bersahaja melangkah lebih jauh.

Baca Juga: Bagai Miliki Ilmu Bandung Bondowoso, Pria di Ngawi Mampu Pindahkan Posisi Seluruh Rumahnya Hanya dalam Waktu Semalam, Kediamannya Diangkat Hingga 130 Cm, Meditasi Khusus Dilakukan Sebelum Pindahan

Bahkan, aktivis bersandal jepit ini menghilang selama 15 tahun karena perasaannya yang melarut pada masyarakat Waimital, Pulau Seram, Maluku.

Pada 1964, dia merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian, IPB.

Awalnya, selama beberapa bulan, Program Pengerahan Mahasiswa (kkn) pun dijalaninya bersama mahasiswa lainnya di Waimital.

Baca Juga: Tubuh Gunung Merapi Makin Menggembung, Kepala BPPTKG Yogyakarta Singgung Erupsi Tahun 2010: Jangan Dibayangkan!

Mereka memperkenalkan program Panca Usaha Tani, namun Kasim Arifin nampaknya begitu mendalami tugasnya.

Dia terlibat jauh dalam pengabdian luar biasa dengan mengajar petani untuk meningkatkan hasil tanaman dan ternak mereka.

Saat teman kelompoknya pulang dari program itu, Kasim menolak pulang dan memilih untuk tinggal di Waimital.

Kasim juga membuka jalan desa, membangun sawah, membuat irigasi, dan itu dilakukannya sendiri tanpa bantuan uang dari pemerintah.

Meninggalkan menara gading perkuliahan, Kasim bahkan disapa sebagai Antua oleh warga setempat, yakni sebutan bagi orang yang dihormati di Maluku.

Baca Juga: Detik-detik Penyergapan Kapal Tiongkok yang Simpan Mayat ABK Indonesia dalam Freezer, TNI-Polri Terjunkan Helikopter, Informasi Disaring dari Intelijen Negara, 22 WNI Berhasil Diselamatkan dari Perbudakan Kapal China

Nuraninya terketuk untuk melebur dengan masyarakat, kesehariannya dihabiskan dengan berjalan kaki 20 kilometer menuju sawah untuk 'praktik nyata' pengetahuan yang didapatkannya di bangku perkuliahan.

Terbiasa hanya memakai sendal jepit dan pakaian lusuh, Kasim sangat peduli pada para petani ini dan mendorong mereka untuk menjadi mandiri.

Baca Juga: Lebih Mematikan dari Kopassus, Pasukan Harimau Jadi Tim yang Paling Ditakuti Bangsa Asing Sampai Mampu Lindungi Soekarno, Prajurit Super yang Diduga Jadi Pengawal Senyap Soeharto Hingga Identitasnya Tak Tercatat di Negara

Disuruh Pulang

Saking sepenuh hati mengabdi pada petani hingga 15 tahun lamanya, banyak pihak yang membujuknya untuk pulang dan menyelesaikan kuliahnya.

Dari teman, orangtua, hingga rektor IPB sekalipun, Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution, tidak dipedulikannya.

Namun akhirnya sahabatnya, Saleh Widodo, berhasil membujuknya.Kasim mendapat gelar insinyur pertanian istimewa, bukan karena skripsi atau ujian kampus, namun karena baktinya selama 15 tahun yang tanpa pamrih dan tak digaji di Waimital.

Dalam 'Hanna Rambe' sebagaimana dikutip hutan-tersisa.org, Meski harus berjalan kaki berkilo-kilo meter keluar-masuk hutan dan perkampungan, Kasim yang memasuki usia 66 tahun (lahir di Langsa, Aceh Timur, 18 April 1938) tidak tampak kelelahan.

"Pekerjaan saya memang seperti ini. Tahun 1960-an saya pernah melintasi jalur ini sampai ke Lokop," ungkapnya.

Baca Juga: Maria Pauline Lumowa Berakhir Diekstradisi, Ini 5 Orang Penjarah Bank Fenomenal di Indonesia, Ada yang Buron Seperempat Abad

Lebih detail lagi, Kasim menghitung laju kerusakan hutan per detik, yang menunjukkan angka 965 meter persegi.

Sementara pertambahan penduduk yang rata-rata tiga juta jiwa per tahun pada kenyataannya justru mempercepat laju kerusakan hutan, bukan memperbesar rehabilitasi hutan.

Kasim pun akhirnya mengajar menjadi dosen di Unsyiah, Aceh, dan 'terlambat menikah' serta dikaruniai 3 orang anak.

Baca Juga: Usai Menikah dengan Perwira Polisi, Artis Kondang Ini Tiba-tiba Banting Stir Jadi Perias Jenazah, Benarkah Sedang Terhimpit Ekonomi?

Dia juga menerima penghargaan kalpataru.

Pahlawan pertanian ini telah lama meninggal, namun banyak kisah dari hidupnya yang dapat dipjadikan pelajaran bagi generasi sekarang.(*)

Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul "Mengharukan, Betapa Mahasiswa IPB yang 'Hilang' Selama 15 Tahun Ini Memilih Mengakrabi Para Petani dan 'Tinggalkan' Bangku Kuliah, Lebih Nyaman Pakai Sandal Jepit dan Kaos Lusuh"