Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Veronica Koman diminta untuk mengembalikan sejumlah uang beasiswa yang telah diterimanya.
Uang senilai Rp 773,87 juta yang diminta dikembalikan tersebut merupakan dana beasiswa yang diberikan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.
Beasiswa tersebut digunakan oleh sang aktivis HAM untuk menempuh jenjang pendidikan master di Australia pada tahun 2016.
Diberitakan GridHot sebelumnya, permintaan pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan untuk mengembalikan uang beasiswa disebut Veronica sebagai hukuman finansial.
Menurutnya, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penekanan agar dirinya berhenti berbicara dan mengadvokasi mengenai isu HAM di Papua.
Pasalnya, selama ini Veronica Koman dikenal aktif mendukung kelompok separatis Papua.
Bahkan kelompok separatis yang didukung oleh Veronica Koman juga disebut-sebut menjadi dalang dan otak dari berbagai pembunuhan di Papua, mulai dari guru, pekerja jalan, bahkan pastor.
Namun, melalui akun Twitternya @VeronicaKoman Kamis (13/8/2020) ia menuding jika langkah pemerintah Indonesia untuk mengembalikan sejumlah uang beasiswa tersebut sebagai upaya mengkriminalisasi dirinya.
Bahkan, ia menyebut jika LPDP hanyalah alat untuk meringkusnya.
"Terlampir bukti bahwa hukuman finansial ini adalah keputusan politik yang sistematis digunakan untuk kriminalisasi. LPDP itu cuma alat.
Menkopolhukam aja mengakui ini kok.," cuitnya.
Sementara itu, dilansir dari Kompas.com, pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan meminta aktivis HAM, Veronica Koman mengembalikan beasiswa LPDP yang sempat diterimanya saat menempuh jenjang pendidikan di Australia.
Alasannya, ia dianggap tidak mematuhi ketentuan untuk kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan masa studi.
Adapun jumlah dana beasiswa yang ditagih pemerintah kepada Veronica mencapai Rp 773,87 juta.
LPDP dalam keterangan tertulisnya menjelaskan, penjatuhan sanksi kepada Veronica dilakukan lantaran dirinya tidak memenuhi kewajibannya kembali dan berkarya di Indonesia.
Berdasarkan informasi yang diterima LPDP, Veronica sempat kembali ke Indonesia pada tahun 2018 untuk mendampingi aksi mahasiswa Papua di Surabaya, namun belum dalam keadaan lulus dari studinya.
"Kembalinya VKL ke Indonesia pada 2018 adalah saat VKL belum lulus dari studinya sehingga kepulangan VKL ke Indonesia bukan dalam status yang bersangkutan sebagai alumni, namun sebagai awardee on going dan tidak dapat dianggap kembali ke Indonesia dalam konteks pemenuhan kewajiban alumni," jelas keterangan tertulis LPDP, Kamis (13/8/2020).
"VKL lulus pada Juli 2019 dan baru melaporkan kelulusan pada aplikasi sistem monitoring dan evaluasi LPDP pada tanggal 23 September 2019 namun belum disampaikan secara lengkap," jelas mereka.
Di dalam keterangan tertulis tersebut lebih lanjut dijelaskan, setiap penerima beasiswa LPDP yang sudah menyelesaikan studi diwajibkan untuk kembali dan berkontribusi di Indonesia.
Hal tersebut tercantum di dalam Pasal kewajiban kembali dan kontribusi untuk Indonesia pada kontrak perjanjian.
Selain itu, ketentuan tersebut juga ada di dalam surat pernyataan bersedia kembali ke Indonesia ketika melakukan pendaftaran.
"Apabila alumni tidak kembali ke Indonesia, terdapat kewajiban pengembalian dana beasiswa," jelas LPDP.
Secara lebih rinci LPDP menjelaskan, sanksi pengembalian dana beasiswa LPDP kepada Veronica Koman diberikan pada 24 Agustus melalui Surat Keputusan Direktur Utama.
Pada tanggal 22 November 2019, telah diterbitkan Surat Penagihan Pertama kepada Veronica Koman.
Pada tanggal 15 Februari 2020, Veronica mengajukan metode pengembalian dana beasiswa dengan cicilan 12 kali dan telah menyampaikan ke kas negara sebesar Rp 64,5 juta sebagai cicilan pertama pada April 2020 lalu.
"Cicilan selanjutnya belum dibayarkan hingga diterbitkannya surat penagihan terakhir pada tanggal 15 Juli 2020. Jika belum dipenuhi VKL hingga batas waktu tertulis, maka penagihan selanjutnya diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan Republik Indonesia," tulis LPDP. (*)