GridHot.ID - Sebentar lagi bangsa Indonesia akan memperingati peristiwa bersejarah.
Ya, apalagi kalau bukan G30S/PKI yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Namun, sesungguhnya dari mana paham komunis itu berasal?
Indische Sociaal Democratische Vereeniging atau ISDV merupakan sebuah organisasi yang sempat ada di Indonesia.
ISDV merupakan organisasi berpaham sosialisme yang didirikan pada 9 Mei 1914.
Sneevliet merupakan seorang internasionalis berpaham marxisme berkebangsaan Belanda.
Namun seiring berjalannya waktu, ISDV kemudian mengubah haluan politiknya menjadi berpaham komunisme dan mengubah namanya menjadi Perserikatan Komunis Indonesia Hindia pada 23 Mei 1920.
Kemudian pada Desember 1920 diganti lagi namanya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dengan begitu bisa dikatakan bahwa ISDV merupakan cikal bakal lahirnya PKI di Indonesia.
Berdirinya Indische Sociaal Democratische Vereeniging atau ISDV tidak bisa dipisahkan dari sosok bernama Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet.
Dia adalah seorang tokoh berpaham marxisme yang kemudian juga mendirikan ISDV pada 9 Mei 1914 di Surabaya.
Ia pertama datang ke Indonesia yang masa itu masih bernama Hindia Belanda pada Februari 1913 pada usia 30 tahun sebagai seorang staf editor di Soerabaiaasch Handelsblad.
Meski tinggal di tanah rantau, Sneevliet seperti tinggal di kampung halamannya.
Ia bergaul dengan para buruh kereta api yang bergabung dalam Vereniging van Spoor-en Tramweg Personeel (VSTP).
Jiwa kirinya menggelora, oada 9 Mei 1914 Sneevliet dan kawan-kawan sosialisnya berkumpul di Marine Gebouw, Surabaya.
Orang Belanda sosialis selain Sneevliet di antaranya adalah J.A. Brendsteder, H.W. Dekker, dan Piet Bergsma.
Mereka kemudian mendirikan perkumpulan sosialis demokrat Hindia Belanda dan menamainya Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).
Sneevliet dilahirkan di Rotterdam dan dibesarkan di 's-Hertogenbosch.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia mulai bekerja di perusahaan kereta api Belanda pada 1900 dan menjadi anggota dari Sociaal Democratische Arbeiders Partij (Partai Buruh Sosial Demokrat - SDAP) serta serikat buruh kereta api.
Sejak 1906, Sneevliet aktif untuk SDAP di Zwolle; di sana ia menjadi anggota dewan kota pertama dari kelompok demokrat sosial dalam pemilihan umum pada 1907.
Sneevliet juga aktif dalam serikat buruh Belanda, NV dan pada 1911 ia menjadi ketuanya. Dalam serikat buruh itu, Sneevliet adalah salah seorang pemimpin yang radikal.
Ketika terjadi pemogokan pelaut internasional pada 1911, beberapa dari serikat buruh Belanda yang lebih radikal ikut serta, tetapi kebanyakan dari gerakan itu, maupun mayoritas dari SDAP sendiri, menentangnya.
Bagi Sneevliet, hal ini mengakibatkan ia terasing dari keduanya dan memperkuat keputusannya untuk meninggalkan Belanda dan pergi ke Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
Pada Oktober 1915, ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar berbahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan untuk Indonesia.
Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.
Namun, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis.
Perubahan terjadi kembali,ketika Sneevliet memindahkan markas mereka dari Surabaya ke Semarang dan menarik banyak penduduk asli dari berbagai elemen seperti agamawan, nasionalis dan aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini sedang tumbuh di Hindia Belanda sejak tahun 1900.
Di bawah pimpinan Sneevliet, partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV dan menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah karena menolak "berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat (Volksraad Volksraad (Hindia Belanda).
Pada tahun 1917 kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri, dan membentuk partai sendiri dengan nama Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan sendiri publikasi pertama berbahasa Indonesia, Soeara Merdeka.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda.
Dibentuklah 'Pengawal Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang.
Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya di sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet.
Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet.
Para pemimpin pemberontakan dari kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis Sarekat Islam. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, Semaun dan Darsono dari Solo tertarik dengan ide-ide Sneevliet.
Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat Rakjat.[6]
ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi lain, Soeara Rakyat.
Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam kombinasi dengan pekerjaan di dalam Sarekat Islam, keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda ke mayoritas Indonesia.
Pada tahun 1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total anggota yang kurang dari 400.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judulBikin Indonesia Geger Sampai Pemerintahan Kalang Kabut Gegara PKI, Siapa Sangka Orang Pertama yang Membawa Paham Komunis Masuk Indonesia Ternyata Orang Asing Ini(*)