Find Us On Social Media :

Hobi Provokasi, Turki Siapkan Hal Ini di Tengah Konflik dengan Yunani di Laut Mediterania, Uni Eropa Sampai Ketar-ketir

Jet tempur F-16 AU Turki dalam suatu parade militer

Gridhot.ID - Sejak pecah perang di Nagorno-Karabakh, Turki menyatakan dukungan tanpa syarat kepada Azerbaijan.

Sebelum perang Armenia dan Azerbaijan terjadi, Turki dan Yunani sudah terlibat konflik panas di sana.

Hal ini dikarenakan sumber daya energi dan perbatasan maritim.

Baca Juga: Mulai Pamer Superioritas Militer, Turki Turut Campur Tangan Konflik Nagorno-Karabakh: Kami Bersama Azerbaijan, Di Perundingan Maupun Medan Perang!

Karena tak kunjung mereda, akhirnya mereka menyiapkan hotline militer.

Langkah tersebut diumumkan oleh blok militer NATO, di mana kedua negara menjadi anggotanya.

Ketegangan meningkat tahun ini ketika Turki mengirim kapal penelitian ke daerah yang disengketakan.

Baca Juga: Perang Berkecamuk di Nagorno-Karabakh, Armenia Klaim Tembak Jatuh 4 Drone Azerbaijan di Dekat Ibu kota Yerevan

Itu terjadi ketika para pemimpin Uni Eropa (UE) bertemu untuk membahas hubungan kedua blok itu dengan Turki.

Turki telah menjadi kandidat jangka panjang untuk keanggotaan UE tetapi upaya ini terhenti.

Ini karena para pemimpin UE mengkritik catatan Turki tentang HAM dan supremasi hukum, khususnya setelah kudeta militer yang gagal tahun 2016.

Tetapi Turki tetap menjadi mitra penting bagi UE.

Sebab Turki menampung jutaan migran dan membuat kesepakatan dengan UE yang membatasi jumlah yang tiba di Yunani.

Baca Juga: Melempem di Laut Mediterania, Turki Nyatanya Masih Punya Pasukan Bayangan Mematikan yang Sudah Sering Berperang di Timur Tengah, Perintah Apapun dari Erdogan Pasti Langsung Dilaksanakan

Pengumuman hotline menyusul pembicaraan antara Turki dan Yunani di markas NATO di Brussels.

"Saya menyambut baik pembentukan mekanisme de-konflik militer, yang dicapai melalui keterlibatan konstruktif Yunani dan Turki, keduanya menghargai sekutu NATO," kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.

"Mekanisme keamanan ini dapat membantu menciptakan ruang bagi upaya diplomatik untuk mengatasi perselisihan yang mendasarinya dan kami siap untuk mengembangkannya lebih lanjut."

Mekanisme semacam itu memungkinkan komunikasi langsung antara dua sisi.

Contohnya saat Rusia dan AS berperang selama Perang Dingin dan telah beroperasi sejak itu.

Pada bulan Agustus, dua kapal perang Turki dan Yunani bertabrakan di Mediterania Timur.

Baca Juga: Suriah yang Dibombardir Turki, Rusia yang Panas Dingin, Langsung Kirim Novocherkassk Padahal Sudah Tempatkan 3 Kapal Perang Bersenjata Rudal

Sejak itu ketegangan agak mereda, dengan kapal penelitian Turki meninggalkan daerah itu bulan lalu dan kedua belah pihak mengatakan mereka siap untuk melanjutkan pembicaraan.

Akan tetapi muncul berita bahwa para pemimpin UE tiba di tempat lain di Brussel untuk pertemuan.

Di mana dalam pertemuan itu, mereka telah mendukung anggotanya, Siprus dan Yunani, untuk melawan Turki.

Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan "provokasi" Turki harus dihentikan.

"Satu hal yang pasti: provokasi Turki, baik yang dimanifestasikan melalui aksi sepihak atau melalui retorika ekstrim, tidak dapat lagi ditoleransi," katanya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan memberikan dukungan untuk Yunani dan Siprus yang juga memiliki klaim atas sumber daya Mediterania.

Sementara, Kanselir Austria Sebastian Kurz telah menyerukan sanksi terhadap Turki.

Baca Juga: Murkanya Tak Main-main, Militer Turki Tembak Jatuh Jet Tempur Suriah, 3 Pesawat Jadi Bangkai

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan Yunani dan Siprus atas ketegangan tersebut.

Tetapi dalam sebuah surat kepada para pemimpin UE, dia mengatakan menginginkan dialog.

Bisa dibilang, saat ini Uni Eropa terpecah.

Ada tentang bagaimana cara menangani Turki, perpecahan tumpah di Belarusia, hingga perang Armenia dan Azerbaijan.

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: "Tak Hanya Bantu Azerbaijan Serang Armenia Habis-habisan, Turki Juga Siapkan Hal Ini di Tengah Konflik Besar dengan Yunani di Laut Mediterania, Uni Eropa Langsung Ketar-ketir."

(*)