Find Us On Social Media :

Kutub Bumi Ancam Dunia, Ilmuan Wanti-wanti Bakal Terjadi Mega Tsunami karena Mencairnya Gletser Alaska, Berikut Penjelasan Kondisinya yang Mengkhawatikan

Barry Arm, Harriman Fjord, Alaska.

Gridhot.ID - Kondisi mengkhawatirkan sedang melanda alam Alaska.

Kekhawatiran ini tepatnya berada di wilayah kutub Bumi.

Hal ini diperkirakan pengaruh dari pemanasan global dan perubahan iklim berkontribusi terhadap mencairnya laposan-lapisan es di kutub Bumi, termasuk di Alaska.

Baca Juga: Terang-terangan Sebut Mulut Ayu Ting Ting Jahat, Pedangdut Nassar: Baru Menanjak, Doain...

Sekelompok ilmuwan telah memperingatkan tentang prospek bencana yang akan datang di Prince William Sound lewat surat terbuka pada Mei lalu yang ditujukan kepada Alaska Department of Natural Resources (ADNR).

Dikutip dari Science Alert, Senin (19/10/2020), tsunami dahsyat di Alaska, menurut ilmuwan, dipicu oleh longsoran batu yang tidak stabil setelah pencairan gletser yang kemungkinan besar akan terjadi dalam dua dekade mendatang. Bahkan, mereka khawatir hal itu dapat saja terjadi dalam 12 bulan ke depan.

Meskipun potensi risiko tanah longsor semacam itu sangat serius, namun masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana atau kapan bencana ini bisa terjadi.

Baca Juga: Keberadaan Mayat Pria Tanpa Busana di Hutan Jati Bikin Warga Ketakutan, Kondisinya Telentang dengan Tangan Terangkat dan Kaki Mengangkang, Begini Kata Polisi

Namun, yang jelas, para ilmuwan menyebut pencairan gletser (glacier retreat) di Prince William Sound, di sepanjang pantai selatan Alaska, tampaknya berdampak pada lereng gunung di atas Barry Arm, sekitar 97 km di timur Anchorage.

Berdasarkan analisis citra satelit menunjukkan saat Barry Clacier longsor dari Barry Arm karena terus mencair, bekas longsoran batu yang disebut scarp akan muncul di permukaan gunung di atasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah longsor telah terjadi di atas fjord secara bertahap dan bergerak lambat, tetapi jika permukaan batu tiba-tiba memberi jalan, maka konsekuensinya bisa mengerikan.

Meski lokasinya terpencil, namun kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.

Baca Juga: Ruang Tamu Masuk Indonesia Tapi Dapur Masuk Malaysia, Inilah Penampakan Rumah Perbatasan yang Viral di Media Sosial, Warganet: Ke Luar Negeri Tanpa Modal

"Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut," kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University mengatakan kepada NASA Earth Observatory.

Dia mengatakan berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing. "Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan mega tsunami," kata Dai.

Apabila perhitungan tersebut tepat, maka akibatnya mungkin tidak terpikirkan. Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.

Baca Juga: Menangis Terisak, Istri Cai Cangpan Ungkap Permintaan Terakhir Suaminya Sebelum Ditemukan Tewas Gantung Diri di Hutan, Nuryannah: Keadaan Buru-buru...

Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter. Penyebab kerusakan lereng di Alaska Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter.

Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal. Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut seringkali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut. Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.

Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng. Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, sebab penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu.

"Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.

Baca Juga: Bakal Obati Kangennya Para Penggila Film, Bioskop XXI Kembali Buka dengan Keluarkan '11 New Habits' untuk Penonton, Simak Aturannya Demi Taati Protokol Kesehatan

Higman mengatakan jika gletser menyusut dengan sangat cepat, lereng di sekitarnya dapat mengejutkan. Mereka mungkin gagal secara serempak alih-alih menyesuaikan secara bertahap. Pemantauan berkelanjutan oleh banyak organisasi, termasuk ADNR, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, dan Survei Geologi AS mulai mengawasi perkembangan di Prince William Sound.

Pemantauan tersebut dilakukan untuk melacak pergerakan di atas Gletser Barry, dan untuk menyempurnakan prediksi tentang dampak dari mega tsunami yang akan terjadi. Pada pemodelan dalam laporan Mei yang belum ditinjau oleh sejawat menunjukkan potensi tsunami mencapai ketinggian ratusan kaki di sepanjang garis pantai dapat mengakibatkan kerusakan tiba-tiba.

Dampaknya akan menyebar ke seluruh Prince William Sound, teluk dan fjord yang jauh dari sumbernya. Kesimpulannya, dampak dari glacier retreat (kemunduran gletser) akan relatif cepat di era perubahan iklim yang dapat menimbulkan ancaman tanah longsor dan tsunami yang serupa di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Alaska.(*)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Lapisan es di Alaska mencair, bencana mega tsunami ancam dunia"