Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Kamis (29/10/2020) lalu terjadi penyerangan di Gereja Notre Dame di Nice, Perancis.
Akibat penyerangan tersebut, 3 orang kehilangan nyawanya.
Bahkan seorang wanita meninggal secara tragis dengan kondisi kepalanya terpenggal.
Melansir Kompas.com dari The Sun, pelaku penyerang diduga beretnis Tunis (Tunisia) bernama Ibrahim Issaoui (21).
Pelaku membunuh 3 orang di gereja tesebut dengan salah satu wanita dipenggal kepalanya.
Dikutip dari Associated Press (AP), kamera pengintai merekam bagaimana pelaku teror memasuki stasiun kereta api kota Nice pukul 6:47 pagi waktu setempat.
Pelaku mengganti sepatunya dan membalik mantelnya sebelum melangkah menuju gereja yang berjarak sekitar 400 meter darinya sebelum pukul 8.30 pagi waktu setempat.
Pelaku membawa dua telepon dan sebilah pisau sepanjang 17 sentimeter yang digunakannya untuk menyerang.
Setelah insiden terjadi, polisi menemukan adanya pisau panjang yang digunakan untuk menyerang itu beserta 2 pisau lainnya yang tidak digunakan pelaku.
Pelaku sempat menghabiskan waktu sekitar 30 menit di dalam gereja sebelum polisi tiba dari pintu samping gereja dan setelah polisi menyusuri koridor dan berhadapan langsung dengan pelaku yang kemudian berhasil dibekukan.
Para saksi melihat pria penyerang itu melaju ke arah polisi.
Mulanya polisi hanya menggunakan senjata listrik kemudian menembakkan revolver mereka. Dengan 14 tembakan, pelaku teror pun ambruk.
Mengutip Kompas.com, berdasarkan keterangan keluarganya, Aouissaoui bahkan sempat mengirim foto Basilika Notre-Dame sebelum masuk dan membunuh tiga orang di dalamnya.
Kepada Al Arabiya, saudara Aouissaoui, Yassin, menuturkan Aouissaoui sempat memberitahunya dia ingin menginap di depan basilika.
"Dia mengirim selfie di depan tempat itu. Apa yang kami lihat di foto itu benar dia, anak kami," jelas Yassin dikutip The Sun Sabtu (31/10/2020).
Dilansir dari Serambinews.com, keluarga tersangka di Tunisia yang putus asa meminta melihat rekaman video dari apa yang terjadi dalam serangan mengerikan di gereja Nice Prancis.
Tersangka ketiga berada dalam tahanan Prancis pada Sabtu (31/10/2020) sehubungan dengan serangan pisau ekstremis Islam yang menewaskan tiga orang di sebuah gereja Nice.
Para penyelidik di Prancis, Tunisia dan Italia sedang mencoba menentukan motif tersangka utama Ibrahim Issaoui.
Apakah dia bertindak sendiri dan merencanakan serangan pada Kamis (29/10/2020) di Basilika Notre Dame, Nice.
Pihak berwenang menyebut serangan itu, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan seputar kartun yang diterbitkan oleh sebuah surat kabar Prancis yang mengejek Nabi Muhammad.
Issaoui, yang transit melalui Italia bulan lalu dalam perjalanan ke Prancis, berada dalam kondisi kritis di rumah sakit Prancis setelah terluka oleh polisi saat menangkapnya.
Seorang pria berusia 35 tahun yang telah bertemu dengan Issaoui di Nice ditangkap, kata seorang pejabat pengadilan, Sabtu (31/10/2020).
Seorang pria berusia 47 tahun yang telah bertemu dengan Issaoui pada malam sebelum serangan itu juga ditahan.
Sehingga jumlah tersangka yang ditahan menjadi tiga orang, tetapi hubungan mereka dengan serangan itu masih belum jelas.
Sebuah kelompok ekstremis Tunisia yang sebelumnya tidak dikenal mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dan otoritas Tunisia dan Prancis sedang menyelidiki apakah klaim tersebut sah.
Di kampung halaman Issaoui di Sfax, keluarganya menyatakan keterkejutan dan memohon perdamaian.
Tetapi mereka juga mengungkapkan kebingungan bahwa pemuda yang minum alkohol dan tidak menunjukkan tanda-tanda radikalisme ini akan melarikan diri ke Prancis dan menyerang sebuah gereja.
“Kami ingin kebenaran tentang bagaimana putra saya melakukan serangan teroris ini," kata ibunya, Gamra kepada The Associated Press (AP), Minggu (1/11/2020).
Dia sering menyela air mata saat memberi keterangan kepada wartawan.
"Saya ingin melihat apa yang ditunjukkan oleh kamera pengintai," harapnya.
"Saya tidak akan menyerahkan hak anak saya di luar negeri," tambahnya.
"Saya ingin anak saya, hidup atau mati," ujarnya.
Ayah dan saudara laki-lakinya Wissem berkata bahwa jika Issaoui benar-benar melakukan penyerangan, dia harus menghadapi keadilan.
“Kami Muslim, kami melawan terorisme dan kami miskin," kata Wissem.
"Tunjukkan bahwa saudara laki-laki saya yang melakukan serangan itu dan menilainya sebagai teroris, "kata Wissem.
"Jika dia adalah penyerangnya, dia akan bertanggung jawab,” katanya. (*)