Legalisasi cantrang
KKP berencana menerbitkan revisi soal perizinan 8 alat tangkap baru.
Meski hingga kini, aturan tersebut masih terus digodok. Delapan alat tangkap tersebut merupakan alat penangkap ikan (API) yang belum diatur atau dilarang dalam Peraturan menteri KP Nomor 71 Tahun 2016 dan Keputusan Menteri Nomor 86 Tahun 2016. Adapun 8 alat tangkap yang ditambah dalam daftar legal antara lain, pukat cincin pelagit kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagit besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang, pancing berjoran, pancing cumi mekanis (squid jigging), dan huhate mekanis.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda mengatakan, pelegalan salah satunya ditujukan untuk mendorong iklim investasi. Jadi, peraturan-peraturan yang dinilai menghambat rencana investasi akan direvisi.
Bakal ada beberapa standar yang ditetapkan seiring dilegalkannya alat-alat tangkap tersebut.
Seiring dengan wacana itu, KKP juga kembali mengizinkan kapal-kapal ikan berukuran di atas 200 gross ton (GT) kembali beroperasi dengan persentase skala usaha sebesar 22 persen.
"Orang bilang cantrang merusak. Malah cantrang hasil tangkapannya agak sulit di sana (Natuna Utara). Itu terpengaruh dengan arus yang kuat. Ini membuktikan cantrang itu beda karakteristiknya dengan trawl," sebut Trian.
Kebijakan ini tak pelak mendapat sorotan Susi. Apalagi, di zaman Susi lah aturan larangan penggunaan alat tangkap cantrang dan pukat hela (trawl) itu terbit.
"Ikan sudah banyak, saatnya kapal-kapal raksasa cantrang, trawl, purseiners, dan lain-lain mengeruk kembali. Saatnya panen bibit lobster yang sudah ditunggu-tunggu Vietnam. Inilah investasi yang kita banggakan," sindir Susi melalui akun Twitternya, Kamis (11/6/2020).
Terkait kapal-kapal ikan berukuran di atas 200 gross tonage (GT) yang kembali beroperasi, Susi mengaku khawatir.
Pasalnya, kapal di atas 100 GT biasanya dilengkapi cantrang berukuran lebar dengan daya sapu (sweeping) hingga kedalaman laut.