Kekurangan pasokan medis menjadi kendala saat itu, dan operasi itu mengorbankan Divisi Infantri ke-7 dan ke-32 Australia, serta membebani Divisi Infantri Australia ke-5 dan Divisi Infantri AS ke-41.
Meski begitu, Pasukan darat Australia menjadi garis pertahanan melawan Jepang dan sudah siap untuk ronde kedua.
Tokyo kemudian berupaya memblokir serangan balasan Sekutu di Papua Nugini dan di Solomon dengan cara mengirim ribuan bantuan ke benteng di Rabaul, Britania Baru, sebuah pulau terbesar di Papua Nugini.
Pada 9 November 1943, Tentara Area Kedelapan dengan pemimpin komando Letjen. Hitoshi Imamura akhirnya dibuka di Rabaul, dan Tentara Kedelapan Belas yang dimpin oleh Letjend Hatazo Adachi diorganisir pada hari yang sama, berada di bawah Tentara Area Kedelapan.
Adachi menjadi pimpinan komando operasi Jepang di Papua, dan meskipun kalah dalam menjaga Buna, mereka masih memegang kekuatan udara, laut dan darat di Pasifik Barat Daya, Jepang berusaha menyerang lagi untuk menduduki Port Moresby.
Batalion pembangun Jepang telah mengubah lapangan udara dan pelabuhan di Lae, Timur Laut Papua Nugini menjadi pangkalan udara besar dan titik berhenti di Teluk Huon.
Dengan itu, Jepang sudah menguasai titik paling penting kala itu.
Sampai di tahun 1943, Jepang berhasil menguasai Wau, cara mudah untuk menguasai Port Moresby, kemudian Jepang mendapat bantuan dari Divisi ke-51 yang dikirim dari Indonesia dan ditempatkan di bawah Tentara Area Kedelapan.
Operasi itu masih berlangsung sampai 1944, dan pasukan MacArthur sudah sangat banyak saat itu, membuat posisi Sekutu kian superior meskipun perlawanan dari Jepang sama kuatnya.
Kekalahan harus dihadapi Jepang, karena mereka kehilangan kekuatan pasukan, kehilangan pesawat dan kapal-kapal mereka.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Siapa Sangka, Pulau Papua Jadi Titik Penentu Kemenangan Angkatan Laut AS Mengalahkan Kependudukan Jepang di Perang Dunia II, Australia pun Terlibat.
(*)