Gridhot.ID - Awal tahun 2021 memang menjadi momen penuh duka bagi bangsa Indonesia.
Selain tragedi Sriwijaya Air, Bencana Longsor di Sumedang juga menjadi salah satu duka mendalam bagi negeri ini.
Bencana longsor ini terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada Sabtu (9/1/2021).
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, bencana tersebut menewaskan total 13 orang dan puluhan lainnya hilang di lokasi.
Di antara tim SAR gabungan yang lolos dari maut pasca-longsor susulan Sabtu petang sekitar pukul 19.30 WIB, yaitu Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Sumedang AKBP Eko Prasetyo Robbyanto dan empat jurnalis televisi yang kala itu tengah berada di lokasi kejadian.
Tak disangka masjid An-Nur yang berada di lokasi longsor menjadi masih tetap berdiri kokoh di tenga reruntuhan longsor dan menjadi tempat penyelamat beberapa orang termasuk Kapolres Sumedang.
"(Di video) kalau lihat lengan dan jas hujan warna kuning cerah itu saya dan itu suara saya. Posisi papan tulis itu ada di dekat jendela yang saya pecahkan, yang banyak timbunan material," ujar Eko kepada Kompas.com berbagi kisah yang dialaminya di Posko Utama di SMAN Cimanggung, Minggu (10/1/2021).
Eko kemudian menceritakan saat dirinya hampir tertimbun tanah yang longsor tersebut.
"Saya tiba (Di lokasi longsor) sekitar 18.45, lalu saya cek lokasi longsor pertama. Hasil pemantauan saat itu, 18 unit rumah tersapu longsor dan dua unit rumah saat itu tengah ada penghuninya dengan masing-masing rumah ada 4 jiwa," tutur Eko.
Kemudian, kata Eko, timnya bersama para jurnalis kembali ke posko di Masjid An-Nur, yang berlokasi di ujung lereng paling bawah, berjarak 150 meter dari lokasi longsor pertama, untuk mematangkan rencana evakuasi dan mendata identitas penghuni.
"Tiba-tiba, ada suara gemuruh yang keras diikuti lantai yang bergetar. Semua berlarian ke segala arah, saya termasuk yang paling terlambat lari karena ke dalam masjid pintu sudah berebutan untuk masuk, menyusuri setapak masjid dan sudah penuh orang, mereka jatuh dan saling bertindihan," ujar Eko.
Eko langsung berinisiatif untuk memecahkan kaca masjid dengan maksud membuat jalan baru bagi orang-orang yang masih terjebak.
"Setelah kaca jendela dipecahkan, saya loncat ke dalam masjid diikuti beberapa wartawan," tutur Eko.
"Tempat yang tadi kami gunakan sebagai tempat untuk mematangkan rencana evakuasi itu tertimbun material tanah, listrik yang tadinya menyala kemudian padam. Situasi jadi gelap ditambah debu yang membuat pandangan menjadi tidak jelas,"
"Mereka yang tadinya berdiri di sebelah saya meninggal tergulung tanah, karena memilih lari menyusuri setapak masjid yang tiba-tiba dijatuhi material longsor dalam jumlah besar dan terjepit di antara motor-motor dan dua mobil yang saat itu terparkir dan mempersempit jalan setapak masjid tersebut. Semua tidak sempat teriak atau mengaduh, situasi hanya berubah jadi gelap dan hening tanpa teriakan apapun," kata Eko.
"Masjid itu tadinya mirip posko ketika saya pertama kali tiba. Kehendak Allah yang menentukan siapa yang selamat dan tidak saat itu. Ini menjadi rahasia Allah mengenai usia seseorang. Saat ituz saya hanya berpikir ingin ajal di dalam masjid, sehingga jenazah saya akan ketemu jika dievakuasi," tambahnya.
Dikutip Gridhot dari Antara, bencana longsor ini telah menelan 13 korban jiwa berdasarkan yang sudah ditemukan, sementara 27 orang tercatat hingga Minggu (10/1/2021) malam dinyatakan masih hilang.
Proses pencarian sempat dihentikan karena kondisi cuaca yang sangat tidak memungkinkan dan dilanjut pada Senin (11/1/2021).
Longsor terjadi sebanyak 2 kali di laham pemukiman miring.
Data korban akan terus berubah seiring perkembangan pencarian dan penanganan medis di lokasi kejadian.
Tim SAR yang bertugas meminta masyarakat yang kehilangan anggota keluarga bisa melaporkan ke Posko SAR gabungan yang berada di SMAN Cimanggung.
(*)