Menkes Budi Gunadi: Testing, Tracing, dan Treatment ( 3T) Serta Isolasi Bagaikan Menambal Ban Bocor, Kita Tidak Disiplin..

Sabtu, 23 Januari 2021 | 18:00
Tribunnews/Herudin

Budi Gunadi, Menteri Kesehatan (Menkes) mengatakan bahwa secara epidemiologi sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 di Indonesia salah.

GridHot.ID - Kasus positif virus Corona di Indonesia semakin hari semakin meningkat bahkan kini mencapai 952 ribu kasus.

Budi Gunadi, Menteri Kesehatan (Menkes) mengatakan bahwa secara epidemiologi sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 di Indonesia salah.

Meski disebut jumlah testing sudah melampaui target WHO, namun hal ini dapat berpengaruh pada jumlah kasus Covid-19 yang semakin meningkat.

Baca Juga: Ogah Disuntik Vaksin yang Diumumkan Pemerintah, Natalius Pigai Pilih Beli Sendiri di Luar Negeri: Mau 10 Juta, 20 Juta yang Penting Saya Bisa Hidup

"Testing, tracing, dan treatment ( 3T) serta isolasi bagaikan menambal ban bocor. Tapi kita kan tidak disiplin.

Cara testing-nya kita salah," ujar Budi dikutip dari acara "Vaksin dan Kita" yang diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat, yang ditayangkan kanal YouTube PRMN SuCi, Jumat (22/1/2021).

Benarkah sistem pemeriksaan atau testing Covid-19 di Indonesia selama ini salah? Menanggapi pernyataan tersebut, Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, bahwa apa yang disampaikan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin tersebut tidak salah.

Baca Juga: Digeser dari Komisi IX Usai Tolak Vaksin Covid-19, Ribka Tjiptaning Ternyata Seorang Dokter, Sekretaris Fraksi PDIP: Silahkan Intropeksi

Menurut Dicky, tidak masalah jika dilakukan testing untuk keperluan berpergian, untuk memastikan kondisi tubuh memang tidak terinfeksi dan membawa virus saat berpergian, serta bertemu banyak orang lain di luar sana.

"Itu kalau pergi-pergi ya enggak apa-apa (tes), tapi jangan masuk laporan, jadi performa (angka kasus) gitu. Ini yang salah kaprahnya di situ," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/1/2021).

Menurutnya, kapasitas testing yang seharusnya masuk dalam pelaporan adalah tes pada orang yang memang suspek atau terkait dalam pendeteksian penularan virus secara dini dalam mekanisme skrining.

Baca Juga: Geger Dikabarkan Tewas Usai Disuntik Vaksin Covid-19, Kasdim 0817 Gresik: Saya Kaget, Saat Video Conference dengan Komandan Ada Berita Itu

"Tidak ada salahnya (testing perjalanan), yang dimaksud (salah) ini adalah indikator dari WHO (Badan Kesehatan Dunia)," tegas dia.

"Kita harus akui bahwa cakupan tes Covid-19 di tanah air Indonesia masih sangat minim dan hanya menyasar pada orang bergejala untuk kategori suspek," lanjutnya.

Bahkan, tes yang dilakukan pada orang bergejala pun belum sesuai yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 1 test per 1.000 orang per minggu dengan positive rate kurang dari 5 persen.

Baca Juga: Ramai Dihubungi Konglomerat dan CEO, Menkes Budi Gunaidi Beri Syarat Jika Pengusaha Ingin Vaksinasi Covid-19 Mandiri: Sekali Lagi Ini Program Sosialis, Bukan Individualis

"Artinya, cakupan testing kita tidak sesuai dengan skala jumlah penduduk, tidak sebanding dengan eskalasi pandemi kita.

Ini yang harus dijadikan indikator yang tidak boleh diabaikan," kata dia. "Masa tes kita sama dengan Singapura yang penduduknya setengah dari penduduk Jakarta?" ujar Dicky mempertanyakan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menkes Sebut Testing Covid-19 Indonesia Salah, Ini Kata Epidemiolog"

(*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Kompas.com