Gridhot.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)terus mengusut kasus dugaan korupsi bansos Covid-19.
Kasus ini menjerat sejumlah pejabat Kementerian Sosial, termasuk mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainur Rohman menilai penyaluran dana bantuan selama masa pandemi rawan korupsi.
"Kejadian di Kemensos ini, OTT oleh KPK adalah satu dari kita curiga, sekian banyak contoh potensi korupsi di dalam penanggulangan Covid-19 ini. Jadi sebenarnya tidak hanya bansos, seluruh anggaran penanganan pandemi itu sangat rawan korupsi," kata Zainur saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/12/2020).
Ia menyebutkan, sejak awal Pukat mengingatkan adanya potensi korupsi karena besarnya dana yang dialokasikan.
Pemerintah mengucurkan dana hampir mencapai Rp 700 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Tetapi dengan penunjukan seperti itu, (dana penanganan Covid-19) ini sangat rawan menjadi bancakan para pejabat," kata Zainur.
Kasus dugaan korupsi bansos Covid-19 bahkan diduga melibatkan banyak elite partai politik PDIP.
MelansirKompas TV, KPK mengaku masih memiliki waktu2 bulan ke depan untuk memanggil para saksi.
"Masih banyak saksi yang akan kami panggil. Semua saksi yang mengetahui atau terlibat dalam aliran dana bansos pasti akan kami panggil," kata Plt Juru Bicara (Jubir) KPK Ali Fikri, Jumat (29/1/2021).
Menurut Ali, pihaknya tidak berpatokan pada keterangan satu orang saja. Bahkan, jika Juliari Batubara bungkam, pihaknya tidak akan tinggal diam tapi terus mencari alat bukti lain.
"Kami tidak berpatokan kepada keterangan terdakwa. Tapi alat bukti yang kami miliki. Seperti halnya makan bubur dari pinggir dulu," tambahnya.
Kasus dugaan korupsi bansos melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dan 4 tersangka lainnya.
Ada dugaan bahwa uang hasil korupsi mengalir ke sejumlah politikus PDIP yaitu Ihsan Yunus dan Herman Herry.
Ihsan Yunus sudah dipanggil untuk diperiksa namun tidak datang.
Sedangkan, keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Berdasarkan temuan awal KPK, Juliari menerima Rp 10 ribu perpaket sembako dengan harga Rp 300 ribu.
Namun menurut KPK, tak tertutup kemungkinan Juliari menerima lebih dari Rp 10 ribu. Total uang yang sudah diterima Juliari Rp 17 miliar.
Bukti sementara, Juliari menggunakan uang suap tersebut untuk keperluan pribadinya, seperti menyewa pesawat jet pribadi.
Selain itu, uang suap juga diduga dipergunakan untuk biaya pemenangan kepala daerah dalam Pilkada serentak 2020.
(*)