Gridhot.ID - Pemerintah memang sudah memerintahkan tim gabungan TNI Polri untuk memburu kelompok teroris MIT Poso yang melakukan teror ke warga sekitar.
Dalam pengejaran dan pengepungan kini diketahui kelompok Ali Kalora tersebut memang sudah kian terdesak.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, tim yang bertugas bahkan sempat adu tembak dengan geng Ali Kalora.
Ali Kalora diduga turun gunung saat kontak senjata teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan Satgas Madago Raya di Pegunungan Kilo 7 Desa Gayatri, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (3/3/2021).
Dalam kontak senjata ini seorang anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah, Briptu Herlis gugur.
Kontak tembak terbaru bermula dari patroli pengejaran yang dilakukan aparat yang tergabung dalam Satgas Madago Raya.
Patroli pengejaran tersebut merupakan rangkaian dari kejadian kontak tembak pada hari Senin (1/3/2021) lalu.
"Kontak tembak ini adalah merupakan serangkaian dengan kejadian pada hari Senin. Kemudian dilakukan pengejaran. Berawal dari patroli, kemudian terjadi kontak tembak lagi," kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto kepada wartawan, Rabu (3/3/2021).
Briptu Herlis gugur setelah mengalami luka tembak di bagian samping tubuhnya.
"Luka tembak di badan bagian samping satu peluru," kata Kombes Didik Supranoto.
kelompok MIT Poso yang terlibat kontak tembak pada Rabu (3/3/2021) diduga dipimpin langsung oleh Ali Kalora.
Sebagaimana diketahui, Ali Kalora merupakan pimpinan MIT Poso setelah Santoso tewas pada tahun 2016 silam.
"Kita duga kelompok ini adalah pimpinan Ali Kalora," jelas Kombes Didik Supranoto.
Sebelumnya, anak buah Jenderal Andika Perkasa bernama Praka Dedi Irawan gugur dalam kontak senjata Satgas Madago Raya dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.
Kontak senjata terjadi di wilayah Pegunungan Andole, Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Senin (1/3/2021).
Selain Praka Dedi Irawan, dua anggota MIT anak buah Ali Kalora tewas.
Mereka adalah Samid alias Alvin serta Haerul alias Irul yang merupakan anak dari Santoso, pimpinan MIT sebelum digantikan oleh Ali Kalora.
Santoso tewas saat baku tembak dengan petugas Satgas Operasi Tinombala terjadi 18 Juli 2016.
Lalu, bagaimana kekuatan teroris MIT Poso saat ini?
Kapolda Sulteng, Irjen Pol Abdul Rakhman Baso, mengatakan saat ini jumlah anggota MIT Poso hanya berjumlah 9 orang, setelah dua di antaranya tewas dalam kontak senjata, Senin (1/3/2021).
“InsyaAllah tinggal sembilan orang, jangan bertambah lagi lah,” kata Kapolda Sulteng, Irjen Pol Abdul Rakhman Baso, Selasa (2/3/2021) sore.
Sampai saat ini belum ada ketambahan anggota kelompok MIT, namun dibenarkan adanya simpatisan yang masih membantu mereka.
Ia juga menambahkan, saat ini kondisi DPO MIT Poso melemah dalam hal logistik.
Selama ini kelompok MIT Poso hanya bergantung kepada masyarakat, jika tidak diberikan makanan warga akan dipaksa dan diteror.
"Sampai sekarang yang kami tahu ada tiga senjata yang mereka miliki, satu senjata panjang dan dua pendek," jelasnya.
Polri dan TNI juga berupaya agar simpatisan MIT Poso terus berkurang.
"Sekarang masyarakat sudah lakukan perlawanan. Kalau simpatisan sudah mulai berkurang dan tidak semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan semua pihak termasuk pemerintah," tegasnya.
Sementara itu, Komandan Resor Militer (Danrem) 132/Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf meminta para DPO MIT segera menyerahkan diri.
Sebab aparat dari Satgas Madago Raya akan bertindak keras jika para DPO tetap melancarkan aksinya.
"Kami berharap kalau mereka mau kembali ke masyarakat, lebih baik menyerah saja. Daripada kami buru, tinggal menunggu akan tertangkap," kata Farid.
MIT Makin Terdesak
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, menengarai kelompok MIT pimpinan Ali Kalora saat ini semakin terdesak.
Dikutip Gridhot dari Surya, penilaiannya didasarkan pada alasan bahwa jumlah personel kelompok itu semakin sedikit dan persenjataan yang mereka miliki tinggal tiga pucuk.
Selain itu, wilayah persembuyian mereka sudah terdeteksi.
"MIT semakin terdesak.
Dan tampaknya susah bagi mereka mendapatkan bantuan dari luar karena posisinya tidak memungkinkan dari sisi itu.
Sekat-sekat dari Satgas Madago Raya begitu ketat sehingga bantuan dari luar susah masuk ke mereka. Ini membuat mereka terdesak dan bertahan dengan cara apa yang mereka bisa," jelas Ridwan.
Menurutnya, jalan terbaik buat kelompok MIT adalah menyerahkan diri.
"Kalau mereka ini memaksakan diri melawan, maka bisa dipastikan mereka akan habis dalam kontak tembak.
Tetapi bisa saja mereka menyerahkan diri menuju ke pos terdekat atau desa terdekat di pegunungan."
"Kemudian menyatakan menyerahkan diri barangkali mereka masih bisa diproses hukum.
Tentu harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka yang meneror masyarakat," paparnya.
(*)