GridHot.ID -China memang tak main-main terkait keinginannya untuk mendominasi Laut China selatan.
Melansir Kontan.co.id, ahli politik barat menyebut China memiliki milisi maritim yang terdiri dari ribuan pasukan rahasia yang digunakan untuk mengendalikan Laut China Selatan.
Pasukan itu dinamakan Little Blue Man atau Pria Biru Kecil. Namun Beijing menyangkal keberadaannya.
Menurut laporan yang didapat Express.co.uk, milisi maritim yang dikendalikan Beijing terdiri dari ratusan kapal dan ribuan anggota awak yang diatur dalam armada di Laut China Selatan yang disengketakan. Beijing menyangkal keberadaan kapal-kapal itu.
Para ahli mengklaim, armada itu dapat membawa kehadiran militer China di sekitar terumbu karang dan laut yang disengketakan dalam sekejap, yang tidak mungkin ditantang tanpa memicu konfrontasi besar.
Armada tersebut diduga dikendalikan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), tetapi lagi-lagi Beijing menyangkal keberadaan mereka.
Sementara itu, melansir Sosok.id, sejumlah negara memilih untuk menabuh genderang perang dengan China yangterang-terangan ingin menguasai wilayah-wilayah di kawasan laut padat aktivitas tersebut.
Yang terbaru, Filipina dan Vietnam pun sampai mengirimkan armada militernya di perbatasan laut demi halau China dari wilayah mereka.
Namun ada hal menarik dari memanasnya situasi kawasan laut yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia di bagian Utara tersebut.
Bagaimana tidak, beberapa tahun lalu saat wilayah Natuna sempat akan diespansi oleh China banyak pihak di Indonesia pun marah besar.
Bahkan ada beberapa pihak seperti nelayan ikan sampai ingin ikut turun tangan demi hancurkan kekuatan laut China di kawasan tersebut.
Tetapi strategi militer yang melibatkan nelayan ikan Tanah Air tersebut ternyata tak disetujui oleh berbagai pihak.
Namun demikian, strategi yang juga bisa disebut milisi maritim yang dicetuskan oleh nelayan Indonesia beberapa tahun lalu itu dipakai oleh sejumlah negara.
Hal itu bukan tanpa alasan, strategi militer ini digunakan untuk mengamankan wilayah maupun mengekspansi wilayah baru di Laut China Selatan oleh sejumlah negara.
Tanpa terkecuali China dan Vietnam.
Melansir dari South China Morning Post, Selasa (27/4/2021) dari sebuah majalah militer China, Naval and Merchant Ships, strategi tempur yang pernah dicetuskan nelayan Indonesia kini dipakai oleh Hanoi.
Strategi tersebut tak lain adalah menyusun kekuatan maritim melalui beberapa kapal-kapal non militer.
"Kekuatan milisi maritim Vietnam dan aktivitas mereka di perairan dekat Hainan, Kepulauan Paracel, dan Kepulauan Spratly telah mengancam penegakan hukum maritim dan keamanan pertahanan nasional China," kata majalah itu.
"Masalah ini harus ditanggapi dengan serius dan ditangani tepat waktu", lanjutnya.
Meski demikian memang ternyata milisi maritim Vietnam ini telah menjadi bagian dari militer Hanoi sejak disahkan.
Vietnam diketahui mengesahkan undang-undang yang mengatur mengenai wewenang kepada milisi maritimnya untuk melakukan patroli maupun pengawasan wilayah.
Setidaknya tercatat sekitar 8.000 kapal penangkap ikan dan 46.000 nelayan masuk dalam bagian milisi tersebut.
Namun Naval and Merchant Ships menungkapkan setidaknya Vietnam miliki lebih dari angka tersebut atau perkiraannya mencapai 70.000.
"Ketika tidak menangkap ikan, milisi terlatih ini mengambil bagian dalam berbagai misi, terkadang bekerja sama dengan angkatan laut Vietnam," lapor majalah tersebut lagi.
"Misinya termasuk memata-matai fasilitas militer dan kapal China dan terkadang dengan sengaja bentrok dengan kapal penjaga pantai China untuk menarik perhatian media Barat."
Strategi ini seperti yang pernah dilakukan Tiongkok beberapa waktu ini saat dituding mengespansi Whitsun Reef di wilayah sengketa dengan Filipina.
Setidaknya saat itu China mengirim lebih dari 200 kapal nelayan untuk menduduki wilayah tersebut.
Hal itu sejalan dengan niat nelayan Indonesia kala China disebut ingin merebut wilayah Natuna Utara tahun 2019 silam.
Bahkan nelayan asal pulau Jawa mengaku siap bila diminta TNI AL untuk ikut berpartisipasi mengamankan wilayah Indonesia di Natuna Utara.
(*)